Bantuan penyelamatan lingkungan terkonsentrasi di tiga kabupaten

id bantuan, penyelamatan lingkungan, lingkungan, lama-i, emisi gas, rumah kaca

Bantuan penyelamatan lingkungan terkonsentrasi di tiga kabupaten

Ilustrasi (Foto IST)

....Sebenarnya pemprov sudah mengarahkan untuk menyebarkan ke kabupaten/kota lain. Tapi, kerap gagal karena untuk menjalankan program berbasis lingkungan memang cocoknya di tiga kabupaten ini, seperti sisi hulu dan hilir aliran Sungai Musi, serta ter
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Bantuan penyelamatan lingkungan dari sejumlah negara donor di Sumatera Selatan terbilang kurang merata karena hanya terkonsentrasi di tiga kabupaten, yakni Musi Rawas, Musi Banyuasin, dan Banyuasin.

Kepala UPTD Penataan Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Regina di Palembang, Kamis, mengatakan keadaan itu membuat beberapa kabupaten/kota lain mempertanyakan karena juga berkeinginan aktif dalam program penyelamatan lingkungan secara internasional.

"Sebenarnya pemprov sudah mengarahkan untuk menyebarkan ke kabupaten/kota lain. Tapi, kerap gagal karena untuk menjalankan program berbasis lingkungan memang cocoknya di tiga kabupaten ini, seperti sisi hulu dan hilir aliran Sungai Musi, serta terdapat jutaan hektare lahan perkebunan dan hutan konservasi," kata dia.

Ia mencontohkan program Locally Appropriate Mitigation Actions in Indonesia (LAMA-I) yakni program penurunan emisi gas rumah kaca berbasis lahan, Asia Foundation, serta GIZ (Jerman).

"Ada program yang menjangkau seluruh kabupaten/kota di Sumsel yang berjumlah 17, yakni dari JICA (Jepang) untuk pengelolaan sampah. Tapi cuma satu ini, ke depan, pemprov akan mengarahkan bagaimana caranya agar daerah lain juga kebagian karena pada tahun ini ada sejumlah program berakhir dan akan dibuatkan nota kesepahaman baru," kata dia.

Terlepas dari kondisi itu, menurut Regina, hal yang terpenting adalah komitmen dari seluruh kabupaten/kota untuk menjalankan program penyelamatan lingkungan mengingat belum banyak pemerintah kabupaten/kota peduli pada aksi mitigasi (upaya pengurangan dampak) emisi gas rumah kaca.

Hal itu, katanya, tercermin dalam APBD masing-masing yang hanya mengalokasikan dana sekitar 10 persen.

"Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah sudah ada mengenai aksi mitigasi, artinya sudah masuk dalam rencana strategis masing-masing SKPD, tapi harus diakui porsi masih sedikit sekali yakni sekira 10 persen, padahal secara ideal adalah 30 persen," kata Regina.

Kondisi itu membuat pemprov sebagai fasilitor program penurunan emisi gas rumah kaca harus bekerja keras untuk memberikan pemahaman kepada pembuat kebijakan di tingkat kabupaten/kota mengenai pentingnya aksi mitigasi.

"Apalagi, dalam RPJMN sudah ditetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca hingga 26 persen hingga 2019," ujar dia.

Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) belum diterjemahkan dengan baik di tingkat kabupaten/kota meksi sudah terdapat payung hukum.

RAN-GRK dilatarbelakangi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi nasional sebesar 41 persen pada 2020, dengan target 26 persen dilakukan upaya mandiri dan 15 persen berasal dari bantuan internasional.

Komitmen penurunan emisi harus dibarengi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen. Oleh karena itu prinsip pembangunan hijau menjadi hal yang perlu diadopsi untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.