Maria Londa sosok inspirasi atlet muda

id maria londa

Maria Londa sosok inspirasi atlet muda

Maria Londa (ANTARA FOTO)

...Gila, pemanasan saja sudah lima meter...
Barangkali tidak ada yang memprediksi Maria Natalia Londa akan meraih medali emas lompat jauh pada Asian Games 2014. Maklum saja, Maria hanya bermodalkan jauh lompatan 6,55 meter, sementara para persaingan level Asia rata-rata menorehkan 6,70 meter.

Namun, hasil berkata lain. Atlet asal Denpasar, Bali, ini mampu keluar sebagai pemenang setelah jauh lompatan 6,55 meter menjadi yang terdepan di Incheon, Korea Selatan, 29 September 2014.

Emas lompat jauh ini adalah emas pertama bagi Indonesia dari cabang atletik Asian Games sejak 1998. Maria berhasil mengakhiri paceklik medali atletik selama 16 tahun.

Kenangan mengenai perjuangannya berlaga di pentas Asian Games itu diceritakan kembali Maria di hadapan puluhan siswa Sekolah Olahraga Negeri Sriwijaya dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) di Palembang, Sabtu (7/2).

"Ketika masuk final, saya berada pada urutan delapan. Tapi, satu yang saya ingat perkataan dari pelatih bahwa "proses tidak akan pernah membohongi hasil, semua orang tahu betapa kerasnya kamu berlatih"," kata Maria Londa di hadapan puluhan atlet muda Sumsel.

Maria didatangkan ke Palembang oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumsel untuk memberikan motivasi kepada atlet dalam program pembinaan mental.

Tanpa canggung, gadis kelahiran Denpasar, 29 Oktober 1990 ini berbagi pengalaman dan tips menjadi atlet berprestasi dengan berdialog secara interaktif.

Salah seorang siswa SONS bertanya ke Maria mengenai cara mengatasi ketidakcocokan dengan pelatih. Dengan santai atlet berusia 24 tahun ini mengatakan sepatutnya seorang atlet berusaha membangun komunikasi secara pribadi dengan pelatih, bukannya menyalahkan pelatih.

"Saya sejak usia 14 tahun hingga saat ini tidak pernah berganti pelatih, karena memahami tidak bisa menjadi atlet yang berprestasi tanpa bantuan pelatih. Kunci utama harus menyenangi pelatih karena jika kita tidak senang maka jadi malas ketika berlatih," ujar Maria.

Sejatinya seorang atlet harus menyadari bahwa keberhasilan yang diperoleh berkat dukungan dari orang lain karena pada prinsipnya tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa melatih diri sendiri, tambah Maria.

"Teman, pelatih, bahkan musuh adalah orang yang berjasa dalam prestasi kita. Coba jika tidak ada musuh yang tangguh, bisa jadi saya malas berlatih," ujar gadis yang memiliki logat bicara khas Bali ini.

Seusai memberikan movitasi di dalam ruangan dengan didampingi pelatihnya, Nyoman Yamadhi Putra, dan atlet lompat tinggi gala Sumsel Ni Putu Dessy, Maria melanjutkan dengan praktek di lapangan, tepatnya di Lapangan Sintetis Stadion Atletik Jakabaring.

Awalnya, Maria mengajak puluhan atlet ini melakukan pemanasan dengan mengelilingi lapangan. Terlihat, gurat keriangan dari olahragawan muda ini karena bisa berlatih dengan seorang juara Asia.

Kemudian, Maria mempertunjukan teknik lompat jauh yang menjadi nomor andalannya. Pada lompatan pertama, Maria langsung membukukan jauh lompatan 5,0 meter lebih, dan pada lompatan kedua mencetak 6,0 meter.

"Rahasianya, ketika akan melompat jangan melihat pasir, fokus ke depan saja," kata Maria berbagi ilmu kepada para juniornya itu.

Aksi dari Maria itu sontak mengundang decak kagum dari atlet-atlet muda Sumsel. "Gila, pemanasan saja sudah lima meter," kata Aiman Fikri, atlet Sumsel nomor lari 800 meter dan 1500 meter.

Aiman pun merasa termotivasi ingin menjadi menjadi juara dunia seperti Maria Londa. "Seperti yang dikatakan Maria, dia bisa berprestasi di Asian Games dengan fasilitas olahraga seadanya. Sementara, Sumsel yang memiliki fasiltas bertaraf internasional maka bukan tidak mungkin jadi juara olimpiade asal mau bekerja keras," kata Aiman.

Diana, atlet lari 800 meter Sumsel ini juga kagum dengan kemampuan Maria dalam nomor spesialisasi lompat jauh itu. Tak hanya kagum pada kemampuan fisik, Diana juga takjub dengan sifat rendah hati Maria Londa.

"Kak Maria malah mengizinkan kami (peserta motivasi, red) mendatangi kamarnya di wisma atlet jika masih ada yang masih ditanyakan. Meski sudah juara, Maria  tidak sombong," kata siswa kelas X SMA SONS.

Kehadiran, pemegang rekor lompatan 6,55 meter ini sangat dinantikan para atlet muda Sumsel sejak lama. Namun, mendatangkannya bukan perkara mudah karena Dispora Sumsel harus meminta izin ke Pengurus Besar PASI, kata Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sumsel Ahmad Yusuf Wibowo.

"Maria bisa ke Palembang adalah suatu berkah, karena Pengurus Besar PASI hanya mengizinkan untuk kepentingan try out di luar negeri dan tes kesehatan di Jakarta. Selebihnya, sama sekali tidak bisa diganggu karena masuk program Asian Games dan Olimpiade," kata Yusuf.

    
                                                Motivasi dari Dalam

Keberhasilan Maria di pentas Asian Games sungguh di luar dugaan semua orang karena secara fisik kurang bersaing untuk level Asia. Maria hanya dikaruniai tinggi badan 1,63 meter, paru-parunya relatif kecil, dan kaki kiri sedikit lebih panjang dari kaki kanan.

Kekurangan dari segi fisik itu membuat kemampuan Maria diragukan sebagai atlet. Namun, berkat kerja keras selama bertahun-tahun membuat peraih dua medali emas SEA Games 2013 itu mampu membatah semua penilaian itu.

Keunggulan gadis berambut panjan ini, sebenarnya telah terlihat sejak usia belia. Setelah memutuskan fokus pada nomor lompat jangkit dan lompat jauh.

Kelas V SD, ia menjadi juara ketiga pada Kejurnas Atletik Usia Dini di Jakarta, kemudian Kelas IX SMP meraih medali emas Kejurnas Atletik Remaja Junior.

Tak sebatas terkendala dari segi fisik, perjalanan hidup Maria yang dilalui degan tidak mudah sehingga patut menjadi inspirasi atlet-atlet muda. Hingga kini ia menjadi tulang punggung keluarga sejak ayahnya meninggal pada 2011.

Sejak kelas VI SD, ia sudah tinggal di asrama untuk mengejar impiannya sebagai atlet nasional. Meski tinggal di satu kota yang sama, yakni Denpasar, ia hanya sesekali menegok keluarganya.

Sang ayah hanyalah seorang wirausaha kecil, sementara sang ibu hanya menjadi ibu rumah tangga. Praktis, Maria berserta dua saudaranya harus hidup seadanya lantaran hidup di bawah garis kemiskinan.

"Untuk makan saja saya sulit, jika berkaca dari latar belakang hidup saya rasanya mana mungkin menjadi juara Asian Games," ujar PNS Dinas Pendidikan Denpasar ini.

Namun, sang ayahlah yang menjadi pelita dalam hidupnya. Sejak kelas III SD, Maria didorong untuk menjadi atlet atletik berprestasi. Berkat torehan medali emas pada PON XVII di Samarinda, Kalimatan Timur, ia pun diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kota Denpasar.

"Meski tidak ada uang, tapi ayah mau menyisihkan penghasilan untuk membeli sepatu olahraga buat saya. Saya ingat motivasi ayah, kamu harus jadi juara, jangan ingat asal kamu dari mana karena itu akan membuat kamu rendah diri," kenang Maria.

Karakter seorang juara sudah ditunjukan Maria sejak belia. Menurut, asisten pelatihnya yang telah mendampingi sejak 14 tahun lalu, Nyoman Yamadhi Putra, keunggulan Maria terletak pada semangat.

"Maria memiliki motivasi dari dalam, sehingga sulit digoyahkan. Setiap mengikuti kejuaraan, dia selalu tahu apa maksud dan tujuaannya sehingga menggiring untuk tetap fokus," ujar dia.

Oleh karena itu, fasilitas latihan di Bali yang terbilang seadanya tidak menjadi persoalan bagi Maria karena baginya yang terpenting adalah semangat untuk menjadi juara.

"Saya lebih nyaman berlatih di Bali. Meski lapangannya masih tanah liat bukan lapangan sintetis dan harus membawa cangkul untuk menggemburkan pasir, saya lebih senang di sana," kata Maria.

Ketika ditanya apakah mau menerima tawaran Gubernur Sumsel H Alex Noerdin yang menginginkan dirinya berlatih di Palembang, gadis asli Bali ini dengan santun menolak niat baik tersebut.

Ia mengatakan, faktor psikologis menjadi alasan utama mengapa lebih memilih berlatih di Denpasar dibandingkan Palembang.

Meski mengetahui Palembang memiliki arena bertaraf internasional di Kompleks Olahraga Jakabaring, namun bagi Maria ketenangan ketika berada dekat dengan keluarga menjadi motivasi sendiri.

"Lingkungan, teman, sahabat, orangtua, adik, dan pelatih menjadi alasan saya ingin di Bali, dan betah di sana. Tahu sendiri, latihan atletik itu demikian membosankan, kalau tidak pintar-pintar mengatur suasana hati maka bisa kacau semua," ujar peraih dua medali emas Asian University Games 2014 ini.

Maria pun berkeyakinan dengan dukungan moral dari orang-orang terdekat akan mampu mempertahankan prestasi pada Asian Games 2018 di Indonesia.

"Saya berharap, ada pihak yang peduli untuk memperbaiki tempat saya latihan di Bali," ujar dia.