Jakarta (Antarasumsel.com) - Tim Satgas Bareskrim Mabes Polri menangkap mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK di salah satu hotel kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin dini hari.
"Benar, KPK telah mendapat informasi dan sedang berkoordinasi dengan Polri. Proses pascapenangkapan tersebut akan segera dilakukan. Kami sampaikan terima kasih atas kerja sama ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Febri menyatakan saat ini KPK sedang dalam proses koordinasi dengan pihak Polri pascapenangkapan Miryam itu.
"Hari ini tentu akan kami lakukan pemeriksaan terlebih dahulu, akan dibawa ke KPK dan diproses lebih lanjut," ucap Febri.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto membenarkan pihaknya telah menangkap Miryam S Haryani.
"Benar sudah ditangkap semalam jam 00.20, ditangkap Satgas Bareskrim di Grand Kemang. Ditangkap tanpa perlawanan," kata Setyo.
Selanjutnya, kata dia, Miryam untuk sementara dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan dan nantinya akan dibawa ke KPK.
Sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat kepada Polri untuk memasukkan salah satu nama dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yaitu Miryam S Haryani, tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-e) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta.
KPK sendiri sudah memberikan kesempatan kepada Miryam S Haryani untuk dipanggil secara patut.
"Kemudian dijadwalkan ulang ketika pihak pengacara datang mengatakan yang bersangkutan sakit, kami jadwalkan ulang setelah ada surat keterangan dokter bahkan sampai hari ini kami belum menerima kedatangan dari tersangka," kata Febri.
Oleh karena itu, kata Febri, dalam proses penyidikan ini dipandang perlu untuk menerbitkan surat DPO untuk tersangka Miryam S Haryani dan kemudian mengirimkannya kepada pihak Polri.
Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Berita Terkait
Kapolda Sumsel pimpin razia gabungan dan amankan 54 pelaku tawuran
Minggu, 17 Maret 2024 16:52 Wib
Curiga makanan berbahan membahayakan kesehatan, BPOM bukal layanan pengaduan
Sabtu, 16 Maret 2024 18:23 Wib
Pemkab Empat Lawang salurkan 300 paket alat pendengaran
Senin, 11 Maret 2024 19:25 Wib
ANTARA's Photojournalism Expo 2024
Sabtu, 17 Februari 2024 12:33 Wib
Pemkab OKI Lepas Sambut Ketua Pengadilan Negeri
Rabu, 3 Januari 2024 11:25 Wib
FKPT Sumsel deteksi 7 daerah sasaran kelompok radikalisme
Selasa, 5 Desember 2023 22:00 Wib
Rupiah berpotensi melemah, pelaku pasar antisipasi pernyataan The Fed
Senin, 13 November 2023 10:03 Wib
MAKI desak penyidik segera tetapkan tersangka pemerasan oleh Ketua KPK
Jumat, 10 November 2023 16:00 Wib