Belajar Bermakna ala Serat Wedhatama

id serat wedhatama,belajar,pesantren,berita palembang, berita sumsel

Belajar Bermakna ala Serat Wedhatama

Sejumlah santri dari pondok pesantren di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menjalani skrining HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagai salah satu upaya pencegahan penularan penyakit HIV di aula kantor Kementerian Agama Kabupaten Kudus, Jumat (1/12/2023). (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Orang yang tidak punya ilmu akan menjalani hidup dalam kesusahan, kegelapan, tersesat, salah, tak akan mampu membedakan mana kebaikan, mana keburukan, mana benar mana salah, dan predikat negatif lainnya
Dalam Serat Wedhatama, ada kalimat "ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekêse dur angkara".

Dua bait di atas adalah pupuh 3 pada 1-2 Sekar Pucung di dalam Serat Wedhatama karya ilmuwan, budayawan, pujangga, filosof, psikolog, dan Raja Mangkunegaran, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV

Terjemahan bebasnya dari pupuh itu adalah "ilmu itu tercapainya dengan melakukan serangkaian tindakan-tindakan, diawali dan ditapakjejaki dengan usaha yang sungguh-sungguh. Hal demikian ini membawa daya kekuatan kesentosaan (serta) sikap setia dan budi daya (yang cerdas) merupakan sarana mengikis perbuatan (nafsu) buruk

Merujuk pada bait tersebut, KGPAA Mangkunegara IV mempunyai konsep tentang belajar manusia itu ada 5 hal, yakni tujuan orang belajar, konsep ilmu, cara mendapatkan ilmu, motivasi belajar, dan hambatan menuntut ilmu.

Lima komponen ini yang menjadikan konsep belajar bermakna, menurut KGPAA Mangkunegara IV, lebih dari sekadar deep learning atau meaningful learning.

Pertama, tujuan orang belajar adalah mendapatkan ilmu. Pada awal bait disebutkan kata ngelmu, berarti ilmu atau pengetahuan. Kata ngelmu singkatan dari kata angel olehe ketemu, artinya untuk mendapatakan ilmu itu tidak mudah; memerlukan perjalanan dan usaha yang keras.

Ilmu tidak bisa diraih hanya mengandalkan otak saja, tetapi juga harus melibatkan rasa. Usaha untuk mendapatkan ilmu dengan menggunakan peranti rasa ini dilakukan melalui proses latihan, praktik, dan menjalaninya.

Praktik dan proses menjalani ini dalam tradisi pesantrean (Islam) dikenal dengan laku tarekat. Ilmu bukan terletak di akal, tetapi di dada. Ilmu diawali dari akal diolah lewat rasa, lalu masuk ke dalam dada menjadi ilmu yang menyatu dengan ruhani.

Dari pemahaman ini, tujuan utama belajar adalah mendapat ilmu (kebijaksanaan), bukan untuk mendapatkan ijazah, apalagi mendapatkan pekerjaan. Belajar tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri atau menjadi ASN dan semacamnya. Ilmu untuk menjadi manusia yang lebih baik, lebih bijak, dan lebih bermanfaat

Kedua, konsep tentang ilmu, dalam pandangan filsafat ilmu positivistik didefinisikan sebagai akumulasi pengetahuan yang diorganisasikan secara sistematis.

Konsep ilmu dalam pandangan KGPAA Mangkunegara IV adalah ilmu sebagai ilmu dan pengetahuan. Sumber untuk mendapatkan pengetahuan ini adalah pengalaman (empirisme) dan juga akal (rasionalisme).