Ogan Komering Ulu kejar indikator Kabupaten Layak Anak

id Kabupaten Layak Anak, Kabupaten OKU, Kementerian PPPA, hak anak

Ogan Komering Ulu kejar indikator Kabupaten Layak Anak

Penjabat Bupati OKU Teddy Meilwansyah. (ANTARA/Edo Purmana/23)

Baturaja (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan mewujudkan Kabupaten Layak Anak (KLA) dengan memenuhi beberapa indikator yang dibutuhkan dalam pemenuhan hak-hak anak di daerah itu.

"Pemkab OKU berkomitmen mewujudkan daerah berjuluk Bumi Sebimbing Sekundang ini sebagai Kabupaten Layak Anak," kata Penjabat Bupati OKU Teddy Meilwansyah di Baturaja, Sabtu.

Dia menjelaskan, saat ini pihaknya mengikuti Verifikasi Lapangan Hybrid (VLH) dalam rangka evaluasi KLA tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (PPPA) Anak Republik Indonesia.

"Alhamdulillah tahun ini Kabupaten OKU masuk dalam nominasi penilaian KLA oleh Kementerian PPPA," katanya.

Upaya yang telah dilakukan Pemkab OKU dalam mewujudkan KLA salah satunya dengan memenuhi lima klaster yaitu perlindungan anak dengan menyediakan aplikasi Sipantau yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat dalam rangka memantau aktivitas anak di sekolah.

Selain itu, Pemkab OKU secara serius melakukan upaya penurunan angka stunting yang dibuktikan dengan menurunkan angka penyakit gagal tumbuh pada anak sebesar 10,3 persen tahun ini dibandingkan 2022 lalu.

"Bahkan kami menargetkan pada 2024 OKU Zero Stunting," tegasnya.

Pemkab OKU juga melalui Dinas Pendidikan setempat melakukan kerjasama dengan SEMEO CECEP dalam program pendidikan anak usia dini serta stunting.

Sementara, Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khsusus (PAKK) Kementerian PPPA Dianawati Lasmindar dalam keterangannya secara virtual menyampaikan bahwa Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah daerah dengan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Indikator KLA terdiri lima klaster hak anak yang meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuh alternative.

"Kemudian, indikator kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus," katanya.