Aktivitas industri ancam kelestarian percandian Muarajambi

id industri, aktivitas

Jambi, (ANTARA News) - Kawasan Percandian Muarajambi saat ini sedang menunggu kehancuran akibat ancaman industri batu bara, penambangan emas, pabrik CPO, dan perkebunan kelapa sawit, kata Direktur Pusat Pengembangan Percandian Muarajambi Svarnadvipa, M H Abid Celakanya.
    
Menurut dia, keberadaan industri dan perkebunan di Kecamatan Marosebo dan Tamanrajo, Kabupaten Muarojambi itu mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
    
"Ancaman ini sudah lama terjadi, sejak beroperasinya pabrik CPO dan industri batubara serta emas," ujar Abid.
    
Menurut dia, kawasan Percandian Muarajambi, dengan luas 2.612 hektare dan memiliki 82 bangunan kuno serta menyimpan ratusan benda budaya dan artefak, merupakan salah satu kawasan yang diusulkan menjadi warisan budaya dunia (world heritage) ke UNESCO.
    
Presiden SBY, saat berkunjung ke Jambi pada September 2011, bahkan menetapkan Kawasan Percandian Muarajambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu.
    
"Masih belum terlambat untuk menyelamatkan kehancuran Percandian Muarajambi dari ancaman industri dan perkebunan, jika pemerintah baik daerah maupun pusat segera turun tangan," kata Abid.
    
Sejumlah industri, kata Abid, mengancam pelestarian kawasan percandian yang berjarak sekitar 40 Km dari Kota Jambi ini. Di antaranya, ada enam perusahaan batubara yang telah membangun lokasi penampungan sementara (stockpile) batubara, pabrik pengolahan kelapa sawit (CPO), kegiatan penambangan emas dan koral di sepanjang DAS Batanghari adalah milik masyarakat.
    
Semua berada di zona inti percandian. Selain itu, zona inti juga sudah dikepung perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan pemerintah daerah lewat kemitraan dengan investor.
    
Ironisnya, meskipun merupakan kawasan cagar budaya, pemerintah tidak melarang kegiatan industri dan perkebunan di kawasan Percandian Muarajambi. Ini terlihat dari pertemuan di Kementerian Dalam Negeri, 21 Oktober 2011, yang dihadiri Sekretaris Ditjen dan Direktur Kawasan dan Pertanahan Ditjen Pemerintahan Umum, Kasubdit Sejarah dan Purbakala Kemendiknas, pihak Bareskrim Mabes Polri, serta Sekda Provinsi Jambi dan Kabupaten Muarojambi, dan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jambi.
    
Pertemuan itu, jelas Abid, justru mengancam keberadaan kawasan percandian, karena Pemkab Muarojambi memiliki sejumlah kewenangan, antara lain tidak melarang aktivitas di sekitar lingkungan situs. Kegiatan yang dilarang dalam pertemuan itu, menurut Abid, hanya kegiatan yang berada di atas bangunan situs, bukan di sekitarnya.
    
Ketua Harian Dewan Kesenian Jambi (DKJ), Naswan Iskandar menambahkan, pembiaran aktivitas industri dan perkebunan di kawasan Percandian Muarajambi ini, bertolak belakang dengan UU Nomor 11 tentang Cagar Budaya. Sebab, Pasal 1 poin 6 undang-undang tersebut menyebutkan, kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs budaya atau lebih, yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
    
Jika mengacu pada UU Cagar Budaya, tegas Naswan, seharusnya kawasan dan lingkungan Percandian Muarajambi dilindungi dari berbagai kegiatan.
    
"Jika ada kegiatan industri, pertambangan, dan perkebunan, sudah pasti mengancam dan menghancurkan kawasan Percandian Muarajambi," papar Naswan.
    
Karena itu, diharapkan kepada pemerintah baik daerah maupun pusat untuk segera melindungi Percandian Muarajambi, menghentikan berbagai kegiatan industri, pertambangan, dan perkebunan serta merehabilitasi lokasi kawasan.
    
Naswan juga mengingatkan, kawasan Percandian Muarajambi perlu segera diselamatkan dari kehancuran. Upaya ini perlu dilakukan karena kawasan cagar budaya ini antara lain menyimpan bukti peradaban dan sejarah Kerajaan Melayu Kuno sekitar abad ke-7, di samping didukung permukiman tradisional masyarakat Melayu, memiliki habitat alam yang bernilai penting bagi keaslian konservasi keragaman biologi serta berada dalam kawasan hutan primer.(ANT-KR-YJ/Parni)