Surabaya (Antara) - Mantan Gubernur Lemhannas Prof Dr Muladi SH menegaskan bahwa Dewan Keamanan Nasional (DKN) sebagai pelaksana UU Keamanan Nasional bukanlah "Kopkamtib" seperti di era Orde Baru.
"DKN itu bukan Kopkamtib, karena DKN bukan cek kosong untuk Presiden, sebab DKN melibatkan tokoh masyarakat dan ada Pengawas DKN. Lembaga serupa DKN juga ada di negara lain," katanya di Surabaya, Kamis.
Ia mengemukakan hal itu ketika menjadi pembicara utama dalam seminar "Konsolidasi RUU Kamnas" yang juga menampilkan Wakil Ketua Umum PBNU Dr KH As'ad Ali, mantan Kabareskrim Komjen Pol (P) Dr Ito Sumardi, anggota DPR RI Effendy Choirie dan sebagainya.
Menurut Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu, RUU Kamnas bertujuan menjaga tegaknya NKRI, memperkuat diplomasi ASEAN dan PBB, menyelamatkan sumberdaya alam, memelihara pluralisme masyarakat dan sebagainya.
Oleh karena itu, RUU Kamnas banyak mengatur "perang" antara lain kejahatan transnasional, nuklir, narkotika, radikalisme, terorisme, bioterorisme, bencana alam dan sebagainya.
"Jadi, RUU Kamnas itu bukan dibuat untuk bisa berbuat apa saja, seperti di masa Orde Baru. TNI sekarang harus tunduk pada proses demokrasi," katanya dalam seminar yang digagas 'Center fo Security and Welfare Studies' Departemen Polisik Fisip Unair itu.
Senada dengan itu, pengamat militer dari UI Dr Andi Wijayanto mengatakan keputusan "darurat" dari DKN itu melalui perintah Presiden untuk sidang DKN, sehingga keputusan DKN itu melalui rapat (demokrasi).
"Jadi, Presiden tidak bisa sembarangan mengeluarkan keputusan yang genting tanpa ada proses demokrasi yang melibatkan DKN seperti Sidang DKN dan seterusnya," katanya.
Untuk kelompok yang menolak RUU Kamnas, ia menyarankan pemerintah memfasilitasi mereka untuk mengadakan diskusi guna penyampaian hasil diskusi. "Dengan begitu, nantinya tidak akan ada penolakan RUU Kamnas, melainkan Revisi UU Kamnas," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Effendy Choire mengaku pembahasan RUU Kamnas berlangsung sejak 2006, namun hingga kini belum selesai juga.
"Rumitnya itu saling lempar antara eksekutif dengan legislatif, namun pembahasan secara resmi di DPR akan berlangsung mulai Maret mendatang," katanya. (E011)
Berita Terkait
Dewan Pers ingatkan insan media jaga independensi di momen Pilkada
Jumat, 3 Mei 2024 2:08 Wib
Ini alasan Iran serang Israel , sesuai Pasal 51 Piagam PBB
Minggu, 14 April 2024 10:05 Wib
Utusan Palestina di PBB: Israel membuat rakyat kami kelaparan
Selasa, 5 Maret 2024 11:58 Wib
Menlu Retno: Dewan HAM PBB harus tangani pelanggaran Israel atas Palestina
Selasa, 27 Februari 2024 12:22 Wib
Ada Festival Es Teh di Bekasi, para penyaji teh akan unjuk gigi
Sabtu, 24 Februari 2024 17:47 Wib
NATO dan Dewan Eropa kecam komentar Trump
Senin, 12 Februari 2024 11:13 Wib
Dewas KPK sidangkan kasus pungli Rutan KPK pada 17 Januari
Senin, 15 Januari 2024 16:43 Wib
Polisi tahan anak anggota DPRD Riau terkait penganiayaan
Selasa, 9 Januari 2024 18:48 Wib