Pria paruh baya itu mengayunkan parang ke pohon gaharu untuk menghasilkan potongan-potongan batang gaharu . Potongan gaharu yang berserakan di bawah pohon kemudian dipungut untuk kemudian dicacah lebih kecil-kecil sebelum disuling untuk menghasilkan minyak gaharu beraroma wangi.
Pria yang akrab dipanggil Irang Lungu itu telah membudidayakan gaharu sejak tujuh tahun silam. Ia tidak memanen gaharu dengan cara menebang pohon gaharu, melainkan dengan cara diserut atau ditabuk (cacahan kasar). Cara tradisional ini guna mempertahankan agar pohon gaharu dapat dipanen kembali.
Pria yang akrab dipanggil Irang Lungu itu telah membudidayakan gaharu sejak tujuh tahun silam. Ia tidak memanen gaharu dengan cara menebang pohon gaharu, melainkan dengan cara diserut atau ditabuk (cacahan kasar). Cara tradisional ini guna mempertahankan agar pohon gaharu dapat dipanen kembali.
Potongan-potongan batang gaharu digendong dibawa ke tempat pengolahan. Ibu-ibu yang sudah menyambut, siap untuk memotong batang gaharu tersebut menjadi cacahan kecil-kecil. Mereka kemudian bergotong-royong menyuling cacahan atau totok batang gaharu menjadi minyak di rumah produksi. Rumah produksi itu dikelola Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gaharu Laban Nyarit, Kecamatan Malinau Selatan, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara.
Totok gaharu merupakan batang gaharu yang tidak memiliki resin. Totok gaharu bisa diolah menjadi minyak atsiri gaharu. Harga totok gaharu lebih murah daripada resin gaharu. Bahan baku ini dibanderol mulai dari Rp30 ribu sampai Rp50 ribu per kilogram.
Untuk dapat mengolah dengan baik, Irang Lungu bersama anggota KUPS Gaharu Laban Nyarit mengikuti pelatihan-pelatihan, di antaranya Pelatihan Penyulingan Minyak Atsiri Gaharu dengan tema ‘’Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Usaha Pada KUPS Gaharu Laban Nyarit’’ di Rumah Produksi KUPS Gaharu Laban Nyarit pada 5-9 Februari 2024.