Pascagempa Sumbar, BMKG ingatkan ancaman bencana hidrometeorologi

id Bmkg, gempa sumbar, bencana hidrometeorologi

Pascagempa Sumbar, BMKG  ingatkan ancaman bencana hidrometeorologi

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengunjungi penyintas gempa magnitudo (M) 6,1 di Pasaman Barat, Sumatera Barat, Minggu (27/2/2022). (ANTARA/HO-BMKG)

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan adanya ancaman lanjutan yakni bencana hidro meteorologi usai guncangan gempa magnitudo (M) 6,1 pada Jumat (25/2) yang terjadi di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Melalui siaran pers BMKG yang diterima di Jakarta, Senin, Dwikorita mengatakan justru yang saat ini perlu diwaspadai adalah potensi bencana hidrometeorologi berupa potensi banjir ataupun banjir bandang serta longsor, mengingat saat ini masih musim hujan.

Terutama pada masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai pada lereng Gunung Talamau, harus lebih waspada dan siaga, karena potensi tersebut bisa sewaktu-waktu terjadi.

“Jadi kewaspadaan masyarakat harus bergeser, tidak lagi soal gempa tapi bencana akibat musim hujan," uiar Dwikorita.

Dia menjelaskan berdasarkan hasil survei, teridentifikasi luapan banjir sedimen mencapai radius kurang lebih 200 m dari tepi sungai.

Maka, warga yang bermukim dan beraktivitas di sepanjang aliran sungai yg mengalir dari lereng atas Gunung Talamau diimbau untuk menghindari zona dalam radius 200 meter dari tepi sungai, apabila hujan turun di lereng gunung tersebut. Situasi ini diperkirakan akan berlangsung hingga Maret - April 2022.

Dwikorita menyebutkan saat ini BMKG bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan upaya mitigasi guna mereduksi dampak jika sewaktu-waktu bencana hidrometeorologi menerjang.

Pencegahan dilakukan BMKG dengan terus memonitor cuaca dan intensitas hujan, serta BWS melakukan pengerukan sedimen lumpur atau material longsoran yang terjadi akibat gempa dan tersapu oleh hujan atau aliran sungai, dengan menggunakan alat berat, agar aliran air tidak meluap ke pemukiman warga.

Upaya pengerukan ini juga sekaligus untuk mencegah terbentuknya sumbatan material endapan longsoran pada lembah sungai. Sumbatan-sumbatan material tersebut sering terjadi akibat longsor saat gempa, dan akan berbahaya bila membendung aliran air hujan dan aliran sungai dari arah hulu.

Pasalnya, bendung tersebut sewaktu-waktu dapat jebol bila air terus terakumulasi dan menekan, seiring dengan peningkatan curah hujan.

BMKG, lanjut dia, secara lebih intensif terus melakukan pemantauan cuaca dengan menggunakan radar cuaca, serta memberikan prakiraan dan peringatan dini potensi cuaca ekstrem di area hulu sungai lereng Gunung Talamau.

“Kami juga melakukan identifikasi zona bahaya di sempadan sungai dan sempadan lereng,” ujar dia.

Sementara untuk gempa, menurut Dwikorita, perkembangannya jauh melandai. Artinya, gempa-gempa susulan yang terjadi semakin melemah menuju kestabilan.