Banyak follower tanggung jawab makin besar, kata Yosi Project Pop
Jakarta (ANTARA) - Artis sekaligus influencer Yosi Mokalu atau yang lebih dikenal dengan Yosi Project Pop menilai, semakin banyak pengikut (follower atau subscriber) di media sosial maka tanggung jawab yang diemban oleh para influencer juga semakin besar, terutama dalam penyebaran informasi.
Menurut Ketua Umum Siberkreasi itu, influencer tidak hanya bisa disematkan kepada orang yang memiliki pengikut dalam jumlah banyak. Saat memiliki follower atau subscriber meskipun hanya satu atau dua pengikut, maka seseorang sudah bisa disebut influencer bagi follower atau subscriber tersebut.
"Jadi setiap kita harus menyadari kita lah yang disebut influencer. Ketika kita main sosial media, ketika kita berada dalam sebuah grup Whatsapp, kita termasuk orang-orang yang bisa berikan influence atau pengaruh. Makanya kalau kita menyadari peranan tersebut, apalagi temen-temen public figure yang memiiki banyak sekali , semakin banyak followers atau subscriber tentunya semakin besar tanggung jawabnya bukan," ujar Yosi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu.
Yosi menuturkan, banyak orang yang masih berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan follower sebanyak-banyaknya, padahal semakin banyak follower berarti semakin besar pula tanggung jawab sehingga tidak hanya sekedar membuat konten atau menyebarkan sesuatu yang sifatnya hoaks.
"Kadang-kadang kebaperan kita lah yang memacu atau memicu kita untuk share sesuatu karena kita khawatir atau takut atau kita ingin jadi orang yang pertama kali menyebarkan sesuatu yang kita anggap penting. Justru ini lah yang seharusnya membuat kita menjadi orang yang berhati-hati dalam menyaring dan menyebarkan sesuatu. Ketika itu sudah ada di luar sana, sudah tersebar, akan sulit untuk ditarik kembali. Tapi lebih mudah untuk mencegah dari pada menyebabkannya sudah tersebar," katanya.
Para pembuat hoaks apapun motivasi atau latar belakang mereka, lanjut Yosi, saat ini sudah semakin canggih dalam membuat hoaks. Kendati sudah diedukasi untuk mendeteksi suatu berita hoaks atau tidak, namun terkadang karena terburu-buru, seseorang bisa saja tanpa sengaja menyebarkan berita hoaks.
"Kadang-kadang kita terlalu terburu-buru. Saya aja pernah sharing sesuatu karena terlalu terburu-buru, untung diingetkan sama teman, langsung saya hapus. Kalau di grup WA dalam waku satu menit itu bisa kita tarik atau delete kan. Mudah-mudahan dalam waktu satu menit itu belum ada yang menyebarkan. Ada juga misalnya orang membaca berita terus di bawahnya ada judul hoaksnya, ini bener nih karena dari berita. Tapi begitu kita mulai memperhatikan ternyata ini tempelan, ini contoh gimana kita gampang tertipu," ujar Yosi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, hingga Jumat (17/4) malam tadi terdapat sebanyak 556 berita hoaks. Sementara itu, Mafindo melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar COVID-19 sebanyak 301 berita hoaks hingga pukul 22.00 WIB pada Jumat kemarin.
"Pembuat hoaks sudah semakin canggih, makanya kalau kita mau menjadi penyaring sebelum kita sebarkan, para influencer, kita harus lebih canggih dari para pembuat hoaks. Itu sih pesan saya bagi para influencer," kata Yosi.
Menurut Ketua Umum Siberkreasi itu, influencer tidak hanya bisa disematkan kepada orang yang memiliki pengikut dalam jumlah banyak. Saat memiliki follower atau subscriber meskipun hanya satu atau dua pengikut, maka seseorang sudah bisa disebut influencer bagi follower atau subscriber tersebut.
"Jadi setiap kita harus menyadari kita lah yang disebut influencer. Ketika kita main sosial media, ketika kita berada dalam sebuah grup Whatsapp, kita termasuk orang-orang yang bisa berikan influence atau pengaruh. Makanya kalau kita menyadari peranan tersebut, apalagi temen-temen public figure yang memiiki banyak sekali , semakin banyak followers atau subscriber tentunya semakin besar tanggung jawabnya bukan," ujar Yosi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu.
Yosi menuturkan, banyak orang yang masih berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan follower sebanyak-banyaknya, padahal semakin banyak follower berarti semakin besar pula tanggung jawab sehingga tidak hanya sekedar membuat konten atau menyebarkan sesuatu yang sifatnya hoaks.
"Kadang-kadang kebaperan kita lah yang memacu atau memicu kita untuk share sesuatu karena kita khawatir atau takut atau kita ingin jadi orang yang pertama kali menyebarkan sesuatu yang kita anggap penting. Justru ini lah yang seharusnya membuat kita menjadi orang yang berhati-hati dalam menyaring dan menyebarkan sesuatu. Ketika itu sudah ada di luar sana, sudah tersebar, akan sulit untuk ditarik kembali. Tapi lebih mudah untuk mencegah dari pada menyebabkannya sudah tersebar," katanya.
Para pembuat hoaks apapun motivasi atau latar belakang mereka, lanjut Yosi, saat ini sudah semakin canggih dalam membuat hoaks. Kendati sudah diedukasi untuk mendeteksi suatu berita hoaks atau tidak, namun terkadang karena terburu-buru, seseorang bisa saja tanpa sengaja menyebarkan berita hoaks.
"Kadang-kadang kita terlalu terburu-buru. Saya aja pernah sharing sesuatu karena terlalu terburu-buru, untung diingetkan sama teman, langsung saya hapus. Kalau di grup WA dalam waku satu menit itu bisa kita tarik atau delete kan. Mudah-mudahan dalam waktu satu menit itu belum ada yang menyebarkan. Ada juga misalnya orang membaca berita terus di bawahnya ada judul hoaksnya, ini bener nih karena dari berita. Tapi begitu kita mulai memperhatikan ternyata ini tempelan, ini contoh gimana kita gampang tertipu," ujar Yosi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, hingga Jumat (17/4) malam tadi terdapat sebanyak 556 berita hoaks. Sementara itu, Mafindo melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar COVID-19 sebanyak 301 berita hoaks hingga pukul 22.00 WIB pada Jumat kemarin.
"Pembuat hoaks sudah semakin canggih, makanya kalau kita mau menjadi penyaring sebelum kita sebarkan, para influencer, kita harus lebih canggih dari para pembuat hoaks. Itu sih pesan saya bagi para influencer," kata Yosi.