KJRI Jeddah cairkan uang diyat korban WNI Rp7 miliar

id KJRI Jeddah, uang diyat,ganti rugi,pekerja migran indonesia,PMI,Arab saudi,perlindungan WNI

KJRI Jeddah cairkan uang diyat korban WNI Rp7 miliar

Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah menerima dana diyat hasil negosiasi secara kekeluargaan dengan keluarga pelaku yang mengakibatkan hilangnya nyawa WNI di Arab Saudi. (KJRI Jeddah)

Jakarta (ANTARA) - Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, berhasil membantu pencairan uang diyat atau ganti rugi bagi pekerja migran Indonesia (PMI) senilai 1.890.117 riyal atau sekitar Rp7 miliar, selain menyelamatkan hak gaji yang dikemplang pengguna jasa yang jumlahnya mencapai Rp7,6 milyar beberapa waktu lalu.

Besaran uang diyat tersebut merupakan hasil capaian Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah sejak Januari hingga Agustus 2019.

Sepanjang periode tersebut, Tim Perlindungan Warga menangani kasus-kasus kekonsuleran, baik kategori pidana berat (high profile case) maupun perdata umum, salah satunya kasus korban kecelakaan lalu lintas.

"Pengurusan dana diyat lewat pengadilan dari kasus-kasus berat butuh waktu bertahun-tahun," kata Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin dalam keterangan tertulis, Selasa.

Meski demikian, Hery melanjutkan, sebagai bentuk kehadiran negara, KJRI Jeddah tetap konsisten mengawal proses penanganan berbagai perkara berat yang menimpa WNI sampai dia mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Arab Saudi.

Disebutkan Hery, dari angka Rp7 miliar tersebut, sekitar Rp2,6 miliar merupakan kompensasi bagi korban kecelakaan lalu lintas yang berhasil diupayakan KJRI melalui pengadilan atau mahkamah Saudi.

Dalam kasus berat, seperti pembunuhan di Arab Saudi, tuntutan uang diyat ahli waris atau keluarga korban menjadi tanggung jawab pelaku atau keluarganya.

Artinya, pemenuhan uang diyat bukan menjadi tanggung jawab negara, mengingat kasus semacam itu melibatkan antarindividu.

Namun, negara bisa memfasilitasi keluarga pelaku untuk melakukan pendekatan dengan para pemuka kabilah atau dermawan dalam menggalang dana agar terpidana bisa terbebas dari vonis mati, seperti halnya yang dialami PMI berinisial ETA.

Perempuan asal Jawa Barat tersebut dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi karena dituduh meracuni majikannya. Ia bisa terbebas dari vonis tersebut bila mampu memenuhi tuntutan diyat dari keluarga majikan berupa uang dalam jumlah tertentu.

Pelaksana Fungsi Konsuler-1 merangkap Koordinator Yanlin KJRI Jeddah Safaat Ghofur mengatakan dalam menangani kasus yang dialami ETA, negara berperan pada proses litigasi, yaitu memberikan pendampingan selama persidangan di pengadilan, bukan pada pemenuhan uang diyat yang diminta keluarga atau ahli waris korban.

"Ini edukasi buat masyarakat bahwa pemenuhan uang diyat bukan tanggung jawab negara. Namun, negara wajib hadir memberikan pendampingan selama proses persidangan, seperti menyediakan pengacara," tutur Safaat.

Dalam hukum Islam, diyat merupakan kompensasi atau ganti rugi berupa harta yang wajib dibayarkan akibat tindakan menghilangkan nyawa orang lain atau tindak kekerasan lain yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

Uang diyat merupakan bentuk keadilan yang harus didapatkan oleh keluarga atau ahli waris yang ditinggalkan agar dapat melanjutkan kehidupan.

Sesuai hukum Islam, hakim pengadilan di Arab Saudi memutuskan bahwa ahli waris korban berhak mendapatkan uang diyat yang besarannya telah ditentukan oleh undang-undang negara setempat.