Keluarga Kerajaan Gowa gelar tradisi pencucian benda pusaka

id Accera Kalompoang,kerajaan goa, cuci pusaka

Keluarga Kerajaan Gowa gelar tradisi pencucian benda pusaka

Beberapa orang keturunan Kerajaan Gowa dari Dewan Adat Bate Salapang melakukan ritual "Accera Kalompoang" (pencucian benda pusaka) di Istana Balla Lompoa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (11/8/2019). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww.

Gowa, Sulsel, (ANTARA) - Keluarga Kerajaan Gowa bersama Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan menggelar tradisi pencucian benda pusaka yang dikenal sebagai "Accera Kalompoang".

"'Accera Kalompoang' merupakan tradisi pencucian benda-benda pusaka Kerajaan Gowa yang merupakan tradisi sakral bagi masyarakat," ujar salah satu keturunan Raja Gowa, Andi Kumala Idjo di Gowa, Minggu.

Ia mengatakan tradisi itu dilaksanakan di Museum Balla Lompa Kabupaten Gowa yang antara lain dihadiri Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Wakil Bupati Gowa Abd Rauf Malaganni, keluarga Kerajaan Bone dan Karaeng Polongbangkeng.

Ia mengatakan "Accera Kalompoang" dapat terlaksana dengan baik atas dukungan Pemerintah Kabupaten Gowa dan pihak-pihak lainnya.

"Saya terlebih dahulu menyampaikan kepada keluarga bahwa acara 'Accera Kalompoang' akan kembali dilaksanakan setelah dua tahun tidak terlaksana. Saya optimis ini dilaksanakan dengan aman karena juga didukung langsung Kapolres Gowa," katanya.

Kumala Idjo menyatakan sempat terjadinya kesalahpahaman antara Kerajaan Gowa dan pemerintah karena memang ada pihak-pihak yang tidak senang melihat persatuan dan kesatuan antara pemerintah daerah dan keluarga besar kerajaan.

Adanya apresiasi Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan kepada keluarga kerajaan membuat pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung pemerintah daerah dalam membangun daerah itu menjadi lebih baik.

"Bapak Bupati Gowa kita adalah pemuda yang memiliki pemikiran yang cemerlang ke depan dan ini yang harus kita dukung. Apa yang telah terjadi sebelum-sebelumnya tidak perlu lagi dipermasalahkan. Karena yang penting saat ini adalah sama-sama bersatu dan mendukung Kabupaten Gowa semakin lebih maju," katanya.

Bupati Adnan mengemukakan pentingnya semua kalangan masyarakat bersyukur karena dapat kembali melaksanakan ritual Kerajaan Gowa.

"Kedatangan kita menghadiri dan melihat langsung proses pencucian benda-benda pusaka ini tidak lain karena kita memiliki tujuan dan cita-cita yang sama, yakni melihat dan menjaga budaya dan tradisi leluhur," ungkapnya.

Ia menyebutkan pelaksanaan ritual "Accera Kalompoang" membuktikan bahwa tidak ada yang berat untuk dilaksanakan jika hal itu dilakukan secara bersama-sama.

"Digelarnya kembali ritual ini membuktikan komitmen kita bersama untuk terus menjaga persatuan, termasuk pula tradisi para leluhur kita. Saya atas nama pemerintah menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan kita semua, baik keluarga kerajaan dan pemerintah, maka ritual ini dapat berlangsung dengan sangat baik," ujarnya.

Ia mengatakan "Accera Kalompoang" dilaksanakan lagi setelah dilakukan pencabutan laporan ke Mabes Polri oleh kedua pihak, yakni keluarga Kerajaan Gowa dan Pemkab Gowa.

"Ini juga tidak terlepas dari dukungan Kapolres Gowa yang ikut membantu. Dalam hal ini membantu memediasi ke jajaran Mabes Polri," katanya.

Ia mengharapkan pemerintah dan kerajaan dapat terus bersama-sama membangun Kabupaten Gowa agar semakin maju dan berkembang pada masa akan datang.

Tradisi "Accera Kalompoang" merupakan warisan budaya tak benda yang telah diberikan sertifikat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 10 Oktober 2018. Benda-benda pusaka kerajaan itu hanya dapat dikeluarkan dari tempatnya satu kali dalam setahun, yaitu saat pencucian benda atau "Accera Kalompoang".

Sebanyak 15 benda pusaka yang dicuci dalam tradisi itu, yakni solokoa atau mahkota terbuat dari emas murni, sudanga atau sebilah senjata sejenis kelewang (sonri) dari besi putih,  ponto janga-jangaya atau gelang berbentuk naga melingkar, kolara atau rante kalompoang berbahan emas murni, tatarapang atau sejenis keris emas bertahta permata dan besi tua sebagai pelengkapnya, lasipo atau parang dari besi tua, mata tombak, berang manurung atau sejenis parang panjang.

Selain itu, bangkarata'roe atau perhiasan seperti anting-anting terbuat dari emas murni, kancing gaukang atau kancing bulaeng terbuat dari emas murni, cincin gaukang atau cincin dari emas murni dan perak sejenis batu, tobo kaluku atau rante manila sejenis emas sebagai perlengkapan upacara khusus kerajaan, pannyanggayya atau parang emasang terbuat dari rolan dan berambut ekor kuda, penning emas atau medali emas, dan piagam penghargaan terbuat dari emas murni.