Forum perdamaian dunia dan ekstremisme kekerasan

id ekstremisme kekerasaan, realitas penggunaan cara-cara kekerasan, war on terror, diinisiasi Barat dianggap banyak kalangan hanya menimbulkan lingkaran

Forum perdamaian dunia dan ekstremisme kekerasan

Ilustrasi (Antarasumsel.com/Grafis/Ist)

....Perang terhadap teror ('war on terror') yang diinisiasi Barat dianggap banyak kalangan hanya menimbulkan "lingkaran setan" karena melawan ekstremisme kekerasan menggunakan cara perang....
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Tidak dapat dimungkiri bahwa ekstremisme kekerasaan di era sekarang ini telah menjadi fenomena yang mengancam peradaban manusia.

Masyarakat global dalam dua setengah dekade terakhir hampir selalu disuguhi realitas penggunaan cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang atau kelompok tertentu dalam mencapai tujuan, atau dengan kata lain telah terjadi pengglobalisasian kepanikan.

Perang terhadap teror ('war on terror') yang diinisiasi Barat dianggap banyak kalangan hanya menimbulkan "lingkaran setan" karena melawan ekstremisme kekerasan menggunakan cara perang.

Dalam perkembangannya terdapat pula istilah deradikalisasi sebagai pendekatan konvensional, yang justru tidak efektif dan mulai ditinggalkan, terlebih karena sulitnya mengidentifikasi "persekongkolan" ekstremis di era modern.

Kemudian, konsep 'war on terror' dan deradikalisasi berganti menjadi 'melawan ekstremisme kekerasasan' (countering violent ekstremisme/CVE).

Mengutip Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, CVE bertujuan mengatasi akar penyebab ekstremisme kekerasan dengan menyediakan sumber daya bagi masyarakat untuk membangun dan mempertahankan upaya pencegahan lokal dan mempromosikan penggunaan kontra-narasi untuk menghadapi pesan ekstremis kekerasan.

Membangun hubungan berdasarkan kepercayaan dengan masyarakat sangat penting untuk upaya itu.

Guna membahas mengenai CVE tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Center for Dialogue and Cooperation among Civilisation (CDCC) dan Cheng Ho Multi-Culture Education Trust yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia, menggelar Forum Perdamaian Dunia (World Peace Forum/WPF) Ke-6 pada 1 hingga 4 November 2016 di Jakarta.

Dalam setiap penyelenggaraannya, WPF menjadi sebuah forum yang menyerukan kehidupan harmonis dalam tema besar "Satu Kemanusiaan, Satu Nasib, Satu Tanggung Jawab". Tahun ini, WPF mengambil topik "Melawan Ekstremisme Kekerasan: Martabat Manusia, Ketidakadilan Global, dan Tanggung Jawab Bersama".

Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Din Syamsuddin, berharap WPF menjadi solusi ketiadaan perdamaian di dunia.

"Kami prihatin dengan berbagai kekerasan yang terjadi di dunia ini, maka sekarang kami berupaya terlibat dalam resolusi konflik. Melalui WPF, kami berupaya mempertemukan figur kunci perdamaian dunia," ujar mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut.

WPF 2016 rencananya melibatkan 112 peserta asing dari 50 negara dan 50 peserta dalam negeri.

Beberapa tokoh yang akan hadir yaitu Megawati Soekarnoputri, Tan Sri Lee Kim Yew (Malaysia), Xanana Gusmão (Timor Leste), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Julio Tomas Pinto (Timot Leste), Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Shamsi Ali, Moazzam Malik (Inggris), dan lain-lain.

    
    Ketidakadilan Global
Ekstremisme kekerasan sendiri merupakan keyakinan dan tindakan oleh orang-orang yang menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan ideologis, agama, atau politik.

Kesemua bentuk ekstremisme kekerasan, termasuk terorisme dan kekerasan bermotif politik, selalu berupaya mengubah pondasi ideologi, politik, atau sosial yang sudah ada di masyarakat melalui penyebaran kepanikan dan intimidasi daripada melalui cara-cara damai.

Motivasi dari ekstremisme kekerasan biasanya berhubungan dengan ideologi, separatisme, maupun isu-isu tertentu seperti ekonomi dan lingkungan.

Forum Perdamaian Dunia ke-6 berupaya memahami akar masalah dari ekstremisme kekerasan, yaitu ketidakadilan global yang bepangkal pada sistem dunia yang buruk. Selama ada ketidakadilan global yang dipertontonkan dengan standar ganda, maka kekerasan-kekerasan akan berlanjut sebagai reaksi kekerasan negara.

"Kami tidak bisa hanya menyalahkan saja tanpa berbuat sesuatu. WPF menjadi upaya untuk secara konseptual dan politik memberikan seruan bagi terciptanya dunia yang damai," kata Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.

Topik mengenai CVE menjadi relevan karena berbagai tindakan kekerasan berakar ke ekstremisme, yang tidak selalu berakar pada agama, namun juga politik, ekonomi, dan kebudayaan.

"Dalam era sekarang, dunia semakin jauh dari cita ideal perdamaian berdasarkan eskalasi tindak kekerasan di dunia. Kami berupaya memberi seruan politik yang bermakna penciptaan tata dunia yang lebih adil dan damai," ucap dia.

WPF diharapkan mampu memberikan sudut pandang yang komprehensif mengenai isu ekstremisme kekerasan global.

"Selama ini dalam melihat ekstremisme kekerasan selalu menggunakan pendekatan keamanan yang monolitis, ini yang akan kami ubah menjadi komprehensif, yang terutama berkaitan dengan martabat manusia," kata Sekretaris Steering Committe WPF ke-6 Yayah Khisbiyah.

Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tersebut menilai pandangan monolitis atau satu sudut pandang saja mengenai ekstremisme kekerasan memunculkan perspektif hitam putih yang justru dapat melanggengkan "lingkaran setan" kekerasan.

"Kami berupaya menggunakan pendekatan 'human dignity', sehingga ekstremisme kekerasan dapat digali lebih dalam penyebabnya, yaitu ketidakadilan global, yang biasanya karena kekecewaan politik sosial ekonomi akibat tidak adanya kesetaraan pemenuhan hak dasar dalam konteks global. Aktor negara sering mengabaikan hal ini," tutur Yayah.

Terdapat enam sesi yang akan mengurai persoalan yang dihadapi dunia terkait ekstremisme kekerasan untuk kemudian diharapkan memunculkan hasil berupa solusi, komitmen, kolaborasi, kerja langsung, atau rekomendasi baik secara nasional maupun multilateral.

Subtopik bahasan akan dibahas dalam enam sesi, yang di antaranya membahas mengenai peran perempuan dalam menanggulangi ekstremisme kekerasan, tanggung jawab komunitas, ketidakadilan global, dan tanggung jawab negara dalam menanggulangi ekstremisme.

"Kami harap ada hal kongkret dan kerja bersama. Ini momentum penting, karena kalau biasanya 'war on terror' dan deradikalisasi, sekarang waktunya melawan ekstremisme kekerasan, yang telah menyebabkan banyak warga dunia tercerabut dari akarnya karena harus mengungsi dari tanah kelahirannya akibat hal tersebut," kata Ketua Steering Committe WPF ke-6 yang juga dosen FISIP UI, Chusnul Mariyah.

Inisiatif para penyelenggara Forum Perdamaian Dunia dalam mengangkat topik melawan ekstremisme kekerasan perlu menjadi perhatian, mengingat upaya-upaya yang dilakukan saat ini dalam mengurangi ekstremisme cenderung tidak efektif.

Terlebih kepada pemerintah, agar lebih memahami dan menyadari bahwa hasutan-hasutan yang mengarah ke ancaman ekstremisme kekerasan memang ada sehingga kemudian perlu mengambil tindakan untuk menghentikannya.