Praktisi: Kantor berita ANTARA berperan sebagai kurator informasi

id CAJET, kegiatan caj di palemabng

Palembang (ANTARA Sumsel) - Kantor Berita Nasional harus berperan sebagai kurator dari derasnya arus informasi di era digital yang berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, kata seorang praktisi media.

"Kantor Berita seperti Antara harus berperan sebagai kurator. Membantu masyarakat untuk memilih dari sekian banyaknya 'tsunami informasi'", kata Pemimpin Redaksi ANTV dan Vivanews Zulfiani Lubis di Palembang, Selasa.

Ditemui setelah memberikan paparan pada diskusi bersama perwakilan jurnalis Asia Tenggara yang tergabung dalam Konfederasi Jurnalis ASEAN (CAJ), Zulfiani atau yang akrab dipanggil Uni Lubis tersebut mengatakan bahwa perkembangan jejaring sosial dan era digital menjadi salah satu tantangan bagi Kantor Berita untuk mengembangkan kontribusinya bagi masyarakat.

"Seperti apa yang dilakukan oleh Kantor Berita Associated Press, mereka memasang seorang jurnalis senior untuk memantau arus informasi di sosial media seperti Twitter," kata dia.

Ketika ada peristiwa, mereka bertugas melakukan verifikasi kepada sumber-sumber yang kredibel, kata Uni Lubis mengingat dalam lima tahun terakhir, "breaking news" bukan pertama kali dikabarkan oleh media namun oleh pengguna jejaring sosial mulai dari peristiwa bom Boston hingga kematian Whitney Houston.

"Sekarang ini sudah bukan lagi dituntut untuk menjadi yang pertama dalam mengabarkan berita, namun lebih kepada menyebarkan berita yang akurat karena media-media lain akan tetap bergantung kepada kantor berita," kata dia.

Oleh karena itu, kantor berita harus mempunyai tim sosial media yang kuat, tambah dia.

Indonesia masuk ke dalam lima besar negara dengan pengguna Twitter terbesar di dunia, sementara Jakarta menduduki peringkat pertama dalam hal arus cuitan atau "tweet" di dunia.

"Kita ini sangat cerewet, termasuk dalam mengkritisi pemerintah," canda Uni.

Kadang cuitan-cuitan para tokoh ternama atau pejabat pemerintahan juga menjadi sumber pengambilan sudut pandang atau angle berita.

"Sosial media bukan lah ancaman bagi jurnalis tradisional. Justru tanggung jawab jurnalis menjadi lebih besar di era digital sebagai pemandu masyarakat dalam memperoleh berita yang benar," kata Uni.

Dalam kesempatan yang sama, Pembantu Dekan Global Program Sekolah Jurnalisme Missouri Fritz Cropp mengatakan bahwa kredibilitas menjadi kunci bagi media-media tradisional karena media sosial bukan lah sumber informasi yang kredibel.

"Banyaknya informasi yang beredar di jejaring sosial sering membuat masyarakat untuk mencari kebenarannya, yaitu lewat media tradisional," kata Cropp.

"Para pembaca masih membutuhkan sumber yang dapat dipercaya yang juga menyajikan berita yang mempunyai konteks. Hal itu mendorong media-media tradisional untuk melipatgandakan usahanya untuk menjadi sumber yang lebih kredibel," kata dia.

Workshop yang diadakan pertama kali oleh CAJ tersebut dibuka antara lain oleh Presiden CAJ Benny Antiporda, Sekretaris Tetap CAJ Akhmad Kusaeni,  Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Djoko Suyanto dan Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin dan Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia Pusat Hendry Bangun yang mewakili Ketua PWI Margiono.

Pada Rabu (12/2), rombongan jurnalis dijadwalkan mengunjungi lokasi pusat pendidikan dan pelatihan jurnalistik ASEAN (CAJET) di Jakabaring, Palembang.

CAJET yang merupakan inisiatif delegasi PWI Pusat pada Sidang Umum Konfederasi Wartawan ASEAN (CAJ) di Manila, Filipina, November 2013 itu diluncurkan pada peringatan HPN tahun ini dan program perdananya dilaksanakan di Kota Palembang pada 10 - 12 Februari 2014.

Nantinya fasilitas CAJET di Jakabaring itu akan dilengkapi dengan tempat pemondokan bagi peserta yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di tempat tersebut.