Solo (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) berharap pelaku kejahatan uang palsu (upal) disanksi berat untuk memberikan efek jera kepada tersangka.
"Harapan kami untuk penerapan hukum ini bisa menggunakan Undang-Undang (UU) Mata Uang dengan sanksi sampai dengan 15 tahun," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Surakarta Bandoe Widiarto di Solo, Jateng, Jumat.
Baca juga: Masyarakat diminta waspadai uang palsu jelang Lebaran
Menurut dia, kejahatan terkait peredaran uang palsu harus ditindak tegas karena meresahkan masyarakat. Bahkan, sesuai dengan UU Mata Uang siapapun yang melapor bahwa dia memperoleh uang palsu, tidak ada penggantian dari BI maupun Kepolisian.
"Jadi ketika ada seseorang yang melapor bahwa dia dapat uang palsu, ya sudah, kami menerima laporan tersebut tetapi tidak mengganti," katanya.
Ia mengatakan saat ini pelaku kejahatan uang palsu masih dikenai UU Pemalsuan Dokumen dengan sanksi penjara di bawah 1 tahun.
Oleh karena itu, ia berharap dengan sanksi yang lebih berat jumlah peredaran uang palsu khususnya di Solo Raya dapat diminimalisasi.
Sementara itu, dikatakannya, perkembangan temuan uang palsu di Soloraya masih fluktuatif. Berdasarkan data, dikatakannya, pada tahun 2016 jumlah uang palsu yang ditemukan sebanyak 7.107 lembar.
Selanjutnya, pada tahun 2017 sebanyak 4.858 lembar, tahun 2018 sebanyak 5.185 lembar. Sedangkan pada tahun 2019 sejauh ini uang palsu yang ditemukan sebanyak 1.634 lembar.
"Dari total temuan, 96 persen di antaranya berasal dari laporan bank. Sedangkan sisanya laporan masyarakat. Harapannya dengan digunakannya UU Mata Uang maka peredaran uang palsu dapat diminimalisasi," katanya.
Baca juga: Antisipasi uang palsu, BI gelar layanan penukaran uang pecahan
Baca juga: Pensiunan PNS tertipu menang undian, Rp39 juta ludes