Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) berkualitas rendah di masyarakat cenderung menurun.
Penurunan tersebut paling kuat dipengaruhi oleh peralihan BBM jenis pertalite dari penggunaan jenis premium, demikian data yang dihimpun Antara dari Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis.
Data dari Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menunjukkan, realisasi penggunaan premium turun hampir 50 persen di wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Premium di Jamali terserap sebesar 1.037.161.08 kiloliter (kl) pada triwulan pertama 2018.
Bila dibandingkan periode yang sama 2017, realisasi premium di wilayah tersebut sanggup mencapai lebih dari 2 juta kl. Kondisi serupa juga terjadi di luar Jamali. Pada triwulan I 2018, masyarakat hanya membutuhkan 1,9 juta kl atau turun sekitar 29 persen dibanding periode sebelumnya, sebesar 2,6 kl.
Kepala BPH Migas Fansurullah Asa menargetkan hingga akhir bulan April konsumsi premium non jamali bisa mengalami penurunan kembali. "Untuk sampai akhir April bisa 15 persen ," jelas Fansurullah.
Akibat perilaku tersebut, badan usaha pun secara bertahap mengubah sarana dan fasilitas (sarfas) premium menjadi pertalite. Salah satu pertimbangan sarfas, tambah Fansurullah, adalah penyaluran premium sebagai subsidi BBM hanya ditujukkan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
"Ada komitmen Pertamina betul-betul mewujudkan premium disalurkan kepada yang berhak. Kita apresiasi Pertamina menjaga apa yang sudah diharapkan Pemerintah," tegasnya.
Terlebih, perubahan sarfas bagi badan usaha berdampak pada segi finansial perusahaan. Mereka beranggapan pertalite dinilai memiliki margin yang lebih baik dibandingkan premium.
Perluasan Premium Meski pola perilaku konsumen BBM mengalami perubahan, Pemerintah tetap menjamin ketersediaan BBM jenis premium. Bahkan, Pemerintah akan memperluas Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) tersebut ke wilayah Jamali.
Pemerintah segera menyelesaikan regulasi baru sebagai dasar payung hukum baru dalam menjalankan tugas tersebut. "Sedang disusun revisi Perpres 191/2014. Kesepakatan yang dilakukan oleh Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN dalam waktu singkat akan ditandatangani," ungkap Fansurullah.
Jika regulasi tersebut rampung, BPH Migas akan segera bekoordinasi dengan Pertamina untuk membahas jumlah kouta subsidi premium. Data existing 2017, imbuh Fansurullah, akan dijadikan patokan dengan melihat indikator pertumbuhan ekonomi, laju jumlah kendaraan hingga potensi migrasi konsumsi dari pertalite ke premium.
Fansurullah menilai peraturan baru diterbitkan sebagai keberpihakan Pemerintah terhadap masyarakat atas kebutuhan BBM jenis premium. "Ini masalah keadilan bagi masyarakat kecil," tegasnya. Ia pun menyatakan komitmen Pertamina menjalankan penugasan JBKP secara bertahap di Jamali.
Rencananya, Pemerintah akan menambah volume kuota premium sebesar 5 juta kiloliter (kl) dari sebelumnya ditetapkan sebesar 7,5 juta kl sehingga totalnya menjadi 12,5 juta kl. Jumlah tersebut akan mencakup kebutuhan premium di wilayah Jamali.
Berita Terkait
Jokowi tekankan anggaran jangan dipakai rapat dan studi banding
Senin, 6 Mei 2024 14:03 Wib
Puluhan mahasiswa AS ditangkap pada aksi lanjutan pro-Palestina
Senin, 6 Mei 2024 13:16 Wib
Moyes tak mau disalahkan atas kekalahan telak West Ham
Senin, 6 Mei 2024 13:12 Wib
Hamas minta Jusuf Kalla memediasi upaya akhiri konflik di Palestina
Senin, 6 Mei 2024 11:50 Wib
Harga emas Antam turun lagi jadi Rp1,310 juta per gram
Senin, 6 Mei 2024 9:48 Wib
Menteri PANRB: seleksi CASN 2024 tidak mungkin ditunda
Jumat, 3 Mei 2024 15:17 Wib
OKU Timur dapat penghargaan revitalisasi Bahasa Komering
Jumat, 3 Mei 2024 13:36 Wib
Kepala Media dan Diplomasi Publik Kedubes UEA kunjungi ANTARA
Jumat, 3 Mei 2024 13:35 Wib