Masyarakat rugi Rp254 miliar akibat PMK, kata Ombudsman
Jakarta (ANTARA) - Lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI mengungkapkan potensi kerugian peternak sapi akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mencapai Rp254,45 miliar dalam kurun waktu tujuh pekan terakhir sejak wabah itu pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur.
"Dalam waktu kurang lebih sekitar satu bulan tiga minggu ini, total kerugian yang dialami oleh peternak sapi tidak kurang Rp254,45 miliar," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Mencegah meluasnya PMK, 12 sapi di Batanghari dipotong paksa
Yeka menjelaskan penyakit mulut dan kuku pada sapi ternak membuat masyarakat mengalami kerugian ekonomi yang cukup besar.
Berdasarkan simulasi data Kementerian Pertanian (Kementan) yang diolah Ombudsman, sapi sakit yang mencapai 113.584 ekor dengan taksiran kerugiannya rata-rata mencapai Rp500 ribu untuk biaya pengobatan, sehingga kerugian masyarakat diperkirakan mencapai Rp59,79 miliar.
Baca juga: Kasus PMK hewan ternak di Sumsel mulai bisa dikendalikan
Kemudian sapi yang telah sembuh bila dijual akan turun nilainya karena kurang produktif dengan potensi kerugian Rp4 juta per ekor. Jumlah sapi sembuh sebanyak 43.583 ekor dengan proyeksi kerugian masyarakat Rp174,33 miliar.
Selanjutnya sapi potong bersyarat yang berjumlah 1.093 ekor juga mengalami penurunan harga mencapai Rp6 juta per ekor, sehingga potensi kerugian masyarakat Rp6,56 miliar.
Baca juga: Enam ekor sapi positif PMK di Belitung sembuh
Adapun sapi mati telah mencapai 765 ekor dengan berat rata-rata 300 kilogram per ekor dengan harga daging Rp60 ribu per kilogram, taksiran kerugian Rp18 juta per ekor, maka masyarakat rugi hingga Rp13,77 miliar.
Yeka mengatakan bahwa valuasi ini penting agar pemerintah memiliki kepekaan terhadap kerugian yang dialami oleh para peternak sapi di berbagai daerah.
"Bukan hanya pengkondisian atau pencitraan di media sosial ataupun jeritan-jeritan yang disampaikan di dalam acara demonstrasi, tetapi juga kerugian secara ekonomi dapat divaluasi dengan mudah," ujarnya.
Ombudsman menyarankan agar Kementan bersikap profesional dalam menjalankan semua tugas dan kewenangan menanggulangi dan mengendalikan wabah penyakit mulut dan kuku sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Selain itu Ombudsman juga menyarankan supaya Kementan membangun koordinasi dengan jejaring lintas stakeholders dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit sapi tersebut, serta memperkuat data yang transparan dan terpercaya.
"Dalam waktu kurang lebih sekitar satu bulan tiga minggu ini, total kerugian yang dialami oleh peternak sapi tidak kurang Rp254,45 miliar," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Mencegah meluasnya PMK, 12 sapi di Batanghari dipotong paksa
Yeka menjelaskan penyakit mulut dan kuku pada sapi ternak membuat masyarakat mengalami kerugian ekonomi yang cukup besar.
Berdasarkan simulasi data Kementerian Pertanian (Kementan) yang diolah Ombudsman, sapi sakit yang mencapai 113.584 ekor dengan taksiran kerugiannya rata-rata mencapai Rp500 ribu untuk biaya pengobatan, sehingga kerugian masyarakat diperkirakan mencapai Rp59,79 miliar.
Baca juga: Kasus PMK hewan ternak di Sumsel mulai bisa dikendalikan
Kemudian sapi yang telah sembuh bila dijual akan turun nilainya karena kurang produktif dengan potensi kerugian Rp4 juta per ekor. Jumlah sapi sembuh sebanyak 43.583 ekor dengan proyeksi kerugian masyarakat Rp174,33 miliar.
Selanjutnya sapi potong bersyarat yang berjumlah 1.093 ekor juga mengalami penurunan harga mencapai Rp6 juta per ekor, sehingga potensi kerugian masyarakat Rp6,56 miliar.
Baca juga: Enam ekor sapi positif PMK di Belitung sembuh
Adapun sapi mati telah mencapai 765 ekor dengan berat rata-rata 300 kilogram per ekor dengan harga daging Rp60 ribu per kilogram, taksiran kerugian Rp18 juta per ekor, maka masyarakat rugi hingga Rp13,77 miliar.
Yeka mengatakan bahwa valuasi ini penting agar pemerintah memiliki kepekaan terhadap kerugian yang dialami oleh para peternak sapi di berbagai daerah.
"Bukan hanya pengkondisian atau pencitraan di media sosial ataupun jeritan-jeritan yang disampaikan di dalam acara demonstrasi, tetapi juga kerugian secara ekonomi dapat divaluasi dengan mudah," ujarnya.
Ombudsman menyarankan agar Kementan bersikap profesional dalam menjalankan semua tugas dan kewenangan menanggulangi dan mengendalikan wabah penyakit mulut dan kuku sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Selain itu Ombudsman juga menyarankan supaya Kementan membangun koordinasi dengan jejaring lintas stakeholders dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit sapi tersebut, serta memperkuat data yang transparan dan terpercaya.