Bukit Asam: Hilirisasi batu bara Muara Enim hasilkan 1,4 juta ton DME
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk Rafli Yandra mengatakan proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel), akan mengubah 6 juta ton batu bara menjadi 1,4 juta ton DME setiap tahun.
“Kami berharap dengan dukungan Bapak Presiden beserta dengan kementerian dan lembaga yang terkait, pembangunan pabrik DME ini akan berjalan dengan lancar," ujar Rafli dikutip dari keterangan resmi Biro Pers Sekretariat Presiden setelah Presiden Joko Widodo melakukan “groundbreaking” proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumsel, Senin.
Proyek hilirisasi batu bara di Muara Enim merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina Persero, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products.
Rafli mengatakan nilai proyek tersebut mencapai 2,1 juta dolar AS atau setara dengan Rp30 triliun.
Presiden Jokowi pada Senin ini resmi memulai pembangunan proyek hilirisasi batu bara menjadi produk DME di Muara Enim. Produk DME tersebut diharapkan dapat menggantikan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang selama ini kerap diimpor dengan nilai Rp80 triliun per tahun.
“Kita memiliki bahan bakunya, raw material-nya (bahan mentah), yaitu batu bara yang diubah menjadi DME. Hampir mirip dengan LPG, tadi saya sudah melihat bagaimana api dari DME untuk masak, api dari LPG untuk masak, sama saja,” ujar Presiden.
Presiden mengatakan sudah berkali-kali dirinya menyampaikan pentingnya proyek hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam agar Indonesia mampu mengurangi impor.
Impor untuk LPG, kata Presiden, setiap tahun mencapai Rp80 triliun dari kebutuhan yang sebesar Rp100 triliun. Untuk bisa dikonsumsi masyarakat, pemerintah juga harus menyalurkan subsidi hingga Rp60-70 triliun.
“Apakah ini mau kita teruskan? impor terus? ,” ujarnya.
Karena itu, Presiden mendorong program hilirisasi sumber daya alam di dalam negeri agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kalau ini dilakukan, ini saja, yang di Bukit Asam (PT. Bukit Asam Tbk) yang kerja sama dengan Pertamina (PT Pertamina Persero) dan Air Product (Air Products & Chemicals) ini, bisa mengurangi subsidi dari APBN itu Rp7 triliun,” jelas Presiden.
Jika impor dapat terus dikurangi, kata Presiden, maka neraca barang dan jasa yang terekam dalam neraca transaksi berjalan akan terus membaik. Karena itu, proyek hilirisasi batu bara ini diharapkan dapat mengurangi impor gas.
“Ini yang terus kita kejar. Selain bisa memperbaiki neraca perdagangan kita karena tidak impor, memperbaiki neraca transaksi berjalan kita juga karena tidak impor,” kata Presiden Jokowi.
“Kami berharap dengan dukungan Bapak Presiden beserta dengan kementerian dan lembaga yang terkait, pembangunan pabrik DME ini akan berjalan dengan lancar," ujar Rafli dikutip dari keterangan resmi Biro Pers Sekretariat Presiden setelah Presiden Joko Widodo melakukan “groundbreaking” proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumsel, Senin.
Proyek hilirisasi batu bara di Muara Enim merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina Persero, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products.
Rafli mengatakan nilai proyek tersebut mencapai 2,1 juta dolar AS atau setara dengan Rp30 triliun.
Presiden Jokowi pada Senin ini resmi memulai pembangunan proyek hilirisasi batu bara menjadi produk DME di Muara Enim. Produk DME tersebut diharapkan dapat menggantikan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang selama ini kerap diimpor dengan nilai Rp80 triliun per tahun.
“Kita memiliki bahan bakunya, raw material-nya (bahan mentah), yaitu batu bara yang diubah menjadi DME. Hampir mirip dengan LPG, tadi saya sudah melihat bagaimana api dari DME untuk masak, api dari LPG untuk masak, sama saja,” ujar Presiden.
Presiden mengatakan sudah berkali-kali dirinya menyampaikan pentingnya proyek hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam agar Indonesia mampu mengurangi impor.
Impor untuk LPG, kata Presiden, setiap tahun mencapai Rp80 triliun dari kebutuhan yang sebesar Rp100 triliun. Untuk bisa dikonsumsi masyarakat, pemerintah juga harus menyalurkan subsidi hingga Rp60-70 triliun.
“Apakah ini mau kita teruskan? impor terus? ,” ujarnya.
Karena itu, Presiden mendorong program hilirisasi sumber daya alam di dalam negeri agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kalau ini dilakukan, ini saja, yang di Bukit Asam (PT. Bukit Asam Tbk) yang kerja sama dengan Pertamina (PT Pertamina Persero) dan Air Product (Air Products & Chemicals) ini, bisa mengurangi subsidi dari APBN itu Rp7 triliun,” jelas Presiden.
Jika impor dapat terus dikurangi, kata Presiden, maka neraca barang dan jasa yang terekam dalam neraca transaksi berjalan akan terus membaik. Karena itu, proyek hilirisasi batu bara ini diharapkan dapat mengurangi impor gas.
“Ini yang terus kita kejar. Selain bisa memperbaiki neraca perdagangan kita karena tidak impor, memperbaiki neraca transaksi berjalan kita juga karena tidak impor,” kata Presiden Jokowi.