Ini kata akademisi, singkong dan sagu bisa dijadikan bahan pangan darurat

id pangan

Ini kata akademisi, singkong dan sagu bisa dijadikan bahan  pangan darurat

Pekerja memasukkan sagu kedalam cetakan di Kelurahan Bebanga, Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, sabtu (29/2/2020). Produksi tepung sagu secara tradisional tersebut dijual Rp 15 ribu per tiga kilogram yang dipasarkan ke Sulawesi Selatan dan Kalimantan. ANTARAFOTO/ Akbar Tado/ama. (ANTARA FOTO/AKBAR TADO)

Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto Kavadya Syska mengatakan sumber daya lokal seperti singkong dan sagu bisa digunakan menjadi bahan baku pembuatan pangan darurat.

"Sumber daya lokal seperti kacang hijau, singkong, sagu, ubi jalar, pisang, tempe dan lain sebagainya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pangan darurat," katanya di Purwokerto, Senin.

Koordinator Program Studi Teknologi Pangan UNU Purwokerto itu mengatakan bahwa beberapa penelitian mengenai teknologi pangan telah dilakukan dalam rangka pengembangan pangan darurat.

"Penelitian menyebutkan bahwa bahan baku lokal bisa dijadikan bahan pangan darurat, misalkan bahan baku singkong bisa dibuat keripik, kolak, tiwul, timus, combro, misro, gethuk, tape, lemet, cenil dan lain sebagainya," katanya.

Sementara bahan baku sagu bisa dijadikan bubur, kue rangi, papeda, ongol-ongol sagu, sagu lempeng, kue lompong dan lain sebagainya.

Dia menambahkan produk pangan darurat menjadi penting di tengah upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Sementara itu dia juga menambahkan perlunya pemerintah memperkuat sinergi antara akademisi, pemerintah daerah hingga industri guna menjalin kerja sama pengembangan produk pangan darurat sebagai salah satu upaya antisipasi.

"Produk pangan darurat merupakan pangan yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan energi harian manusia dalam kondisi darurat sebagai salah satu upaya antisipasi kondisi darurat. Tujuan produk pangan darurat adalah mengurangi kelaparan dan menjaga nutrisi pada saat masa darurat, sehingga masyarakat dapat tetap menyediakan makanan yang memiliki nutrisi lengkap bagi keluarganya," katanya.

Sebelumnya dia juga mengingatkan pentingnya membuat peta wilayah rawan pangan di tengah upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19.

"Pemerintah perlu memetakan wilayah rawan pangan guna memastikan ketersediaan dan akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok pangan di tengah upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19," katanya

Pengurus Pusat Aliansi Dosen Nahada Jateng-DIY itu menambahkan bahwa selain pemetaan ada beberapa hal lain yang juga perlu dilakukan oleh pemerintah.

"Misalkan menghitung ketersediaan pangan aktual dan menghitung kebutuhan pangan serta menghitung cadangan pangan hingga merumuskan mekanisme distribusi pangan," katanya.