Padang (ANTARA) - Sosiolog Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat(Sumbar), Prof Afrizal menyatakan, penolakan sejumlah pihak terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) disebabkan karena tidak membaca draf finalnya.
"Ada juga pihak yang tidak membahas secara menyeluruh dan hanya sepotong-potong, yang namanya RUU kalau pun ada pasal yang dinilai tidak pas bisa diberi masukan," katanya, di Padang, Jumat.
Ia menilai, RUU PKS sebenarnya telah menggunakan apa yang disebut dengan epistemologi perempuan atau dibuat dari sudut kepentingan perempuan.
"Jadi RUU ini sudah amat sensitif gender," kata Afrizal..
Terkait dengan efektivitas UU ini untuk melindungi perempuan amat tergantung kepada komitmen pemerintah, pihak kepolisian dan aktivis perempuan untuk menggunakan UU ini dalam rangka menindaklanjuti secara hukum kekerasan terhadap perempuan.
Afrizal mengatakan, agar UU ini efektif melindungi perempuan perlu ditopang oleh budaya hukum.
"Harus ada penyuluhan hukum untuk memberikan pengertian kepada orang banyak, jadi dia tidak berhenti begitu saja setelah ditetapkan menjadi UU," tandasnya.
Untuk konteks, Sumbar, ia melihat saat ini terkait dengan kekerasan terhadap perempuan terjadi kontradiksi karena pada satu sisi ada falsafah adat basandi syara , syara basandi kitabullah yang artinya adat bersendikan kepada syarak dan syarak bersandikan Al Quran.
"Seharusnya jika sudah ada falsafah tersebut tidak hanya sebatas slogan sehingga tidak akan ada lagi kekerasan terhadap perempuan," tegas Afrizal.