Jakarta (ANTARA) - Analis Reku Fahmi Almuttaqin menilai, koreksi atau penurunan harga yang dialami Bitcoin merupakan imbas dari sentimen negatif terhadap outlook kebijakan moneter AS tahun 2025.
“Pekan lalu, bank sentral AS, The Fed, mengisyaratkan tingkat suku bunga yang akan tetap tinggi dalam kurun waktu lebih lama dari ekspektasi, dengan memproyeksikan penurunan suku bunga hanya akan terjadi sebanyak dua kali sepanjang tahun tersebut. Kekhawatiran inflasi yang masih mengintai dan proyeksi pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit di 2025 memicu aksi jual pada aset berisiko seperti saham dan aset kripto,” ujar Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Diketahui, setelah sempat mencetak rekor harga tertinggi baru di level 108.000 dolar AS pekan lalu, harga Bitcoin melemah hingga di level 93.000 dolar AS pada Senin (23/12).
Penurunan sebesar lebih dari 10 persen tersebut merupakan salah satu koreksi harga terdalam Bitcoin di sepanjang tahun ini. Kondisi tersebut turut menekan saham perusahaan yang berfokus pada aset kripto, seperti MicroStrategy, Coinbase, dan Marathon Digital.
Meskipun demikian, tekanan jual Bitcoin terlihat mulai mereda pada hari ini (24/12).
Harga Bitcoin mengalami apresiasi minor ke level 94.000 dolar AS dan Ethereum yang sempat berada di bawah 3.300 dolar AS kini telah kembali ke level 3.400 dolar AS.
Selain itu, ETF Bitcoin spot masih membukukan netflow negatif pada perdagangan Senin kemarin, namun ETF Ethereum spot telah kembali membukukan aliran dana masuk positif sebesar 41,3 juta dolar AS, menyudahi netflow negatif pada dua hari perdagangan sebelumnya, mengacu data Coinglass.
Sementara itu, indeks S&P 500 juga terkoreksi 2 persen selama sepekan terakhir. Hal ini menunjukkan sentimen pasar global yang cenderung “risk-off” saat ini di mana investor mengurangi eksposur pada instrumen berisiko seperti saham dan aset kripto.
Namun, Fahmi menekankan, kenaikan saham AS dan aset kripto yang signifikan sejak awal November turut menjadi faktor pemicu. Beberapa investor yang telah membukukan keuntungan memilih untuk melakukan aksi profit taking di tengah meningkatnya ketidakpastian ke depan.