Sastra masih pelajaran "kelas dua"

id sastra, puisi, sastra pelajaran kelas dua

Sastra masih pelajaran "kelas dua"

Drama musikal Kabayan Jadi Presiden di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (13/7) malam. Pertunjukan itu disutradarai Didi Petet. (FOTO ANTARA)

Semarang (ANTARA Sumsel) - Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Pardi Suratno menilai, pembelajaran sastra di sekolah selama ini masih menjadi pelajaran "kelas dua", setelah pembelajaran bahasa Indonesia.

"Pembelajaran sastra Indonesia, termasuk puisi di sekolah-sekolah seharusnya lebih ditingkatkan," katanya setelah pergelaran Lomba Cipta Puisi Indonesia dan Jawa bertema "Aku Cinta Jawa Tengah", di Semarang, Minggu.

Menurut dia, pembelajaran sastra Indonesia harus menjadi perhatian seluruh kalangan pendidikan, mulai jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, sebab melalui sastra bisa meningkatkan martabat bangsa.

Selama ini, kata dia, baru perguruan tinggi yang memberikan porsi cukup dalam pembelajaran sastra di jurusan tertentu.

Ia mengharapkan, pada masa mendatang sekolah-sekolah mengikuti langkah perguruan tinggi itu dengan memberikan perhatian cukup besar kepada sastra.

Ia menjelaskan, pola pembelajaran sastra di sekolah-sekolah yang selama ini cenderung menghafalkan isi karya sastra juga harus diubah, sebab perlu pola pembelajaran yang lebih apresiatif terhadap karya sastra.

"Kalau dulu sekadar menghafal isi karya sastra, sekarang harus diubah lebih apresiatif. Misalnya, bagaimana membaca karya sastra, kemudian apa manfaat dari karya sastra itu. Selama ini kan belum ada," katanya.

Pada kesempatan itu ia mengingatkan bahwa Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa sehingga harus dijadikan momentum oleh seluruh kalangan terkait menanamkan kecintaan masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Balai Bahasa Jateng hingga saat ini berupaya mengenalkan dan mengakrabkan sastra kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan, termasuk lomba cipta puisi yang mengangkat tema kecintaan terhadap Jateng.

"Lomba cipta puisi ini menjadi bagian dari program Gemar Membaca dan Rajin Menulis (Gema Rame). Setelah Kota Semarang, rencananya lomba serupa akan dilanjutkan ke Kabupaten Purworejo dan Jepara," kata Pardi.

Seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Kudus Ima Yulia Arfiani (25) mengakui, pembelajaran sastra di sekolah-sekolah selama ini memang masih kalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia.

"Saya merasakan. Apalagi di SMK, kalau di sekolah menengah atas (SMA) masih mendingan. Namun, bagaimana lagi? kita kan terbatas pada jam pelajaran di sekolah," kata Ima yang juga peserta lomba cipta puisi itu. (ANT)