Tenaga kerja tekstil
Kondisi Sritex yang berada di ujung tanduk berbanding terbalik dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang tekstil dalam negeri. AK-Tekstil Solo mengklaim 100 persen lulusan mereka terserap oleh industri tekstil.
Pada tahun lalu, Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (AK-Tekstil) Solo meluluskan sebanyak 145 orang dan seluruhnya terserap oleh industri. Direktur AK Tekstil Solo Wawan Ardi Subakdo berkomitmen perguruan tinggi tersebut tidak hanya menjamin secara kuantitas tetapi juga kualitas.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin kualitas para lulusan, pihaknya mengembangkan pendidikan melalui konsep vokasi. Belum lama ini AK-Tekstil Solo menjalin kerja sama dengan puluhan mitra kerja.
"Kami ingin mendukung terciptanya lapangan kerja dan pekerja yang kompeten di sektor tekstil," katanya.
AK-Tekstil Solo yang berada di bawah Kementerian Perindustrian berkomitmen menyediakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor industri tekstil dalam negeri.
"Kami ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi di AK-Tekstil," katanya.
Perguruan tinggi tersebut juga berkomitmen terus mengembangkan kurikulum untuk meningkatkan kemampuan para mahasiswa, di antaranya dari Teknik Pembuatan Benang, Teknik Pembuatan Kain Tenun, hingga Teknik Pembuatan Garmen.
Seluruh program studi di akademi tersebut berkomitmen menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai teori tetapi juga memiliki keterampilan praktis yang siap pakai.
Berdasarkan data dari AK-Tekstil Solo, ada upaya memperkuat hubungan antara kampus dan industri. Bahkan, akademi tersebut juga memperkenalkan Program Career Development Center (CDC). Platform ini akan menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengakses informasi lowongan kerja, program magang, serta berbagai peluang pengembangan diri lainnya.
Perlu pengamanan
Badan Pengurus Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (BPD API) Jawa Tengah tidak menampik saat ini industri tekstil di dalam negeri masih terengah-engah. Padahal, di dalam negeri pula tenaga kerja mumpuni siap ikut terlibat dalam pengembangan industri ini.
Lemahnya industri tekstil tidak lepas dari kondisi geopolitik global di Eropa yang akhirnya membuat sebagian pasar memilih untuk menggeser anggaran belanjanya pada barang yang lebih penting dibandingkan tekstil.
"Krisis Eropa yang disebabkan oleh Ukraina dan Rusia ini sangat merugikan kita," kata salah satu pengurus BPD API Jawa Tengah Liliek Setiawan.
Oleh karena itu, pelaku usaha dengan didukung oleh pemerintah harus memutar strategi. Alih-alih ekspor, industri tekstil justru perlu memanfaatkan pasar lokal. Apalagi, Indonesia yang merupakan salah satu pasar terbesar di dunia sudah banyak dibidik oleh negara produsen lain.
Negara-negara yang masuk dalam kawasan Indochina seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam juga berkembang pesat tekstilnya. Belum lagi yang perlu diwaspadai yakni India, Pakistan, Bangladesh (IPB).
Akibat kondisi global yang belum normal, negara-negara ini juga kesulitan mencari pasar untuk menyalurkan produk buatan mereka. Dalam hal ini Indonesia menawarkan pasar yang besar bagi mereka.
Oleh karena itu, Liliek beranggapan pemerintah perlu menerapkan sistem pengamanan atau safeguard untuk melindungi pasar dalam negeri.
Upaya ini penting dilakukan mengingat industri tekstil bisa menjadi jejaring pengaman sosial bagi pemerintah menyusul sektor ini bersifat padat karya dengan capaian penyerapan tenaga kerja hingga 43 persen dari seluruh industri manufaktur yang ada.
"Kalau kita masih mau berjalan, kalau tidak memproteksi industri dalam negeri kita akan kehilangan pasar," katanya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menawarkan tiga strategi untuk memulihkan ekosistem dan menciptakan peluang baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri, yakni penguatan sumber daya manusia, memastikan ketersediaan bahan baku dan keseimbangan hulu-hilir, serta menghidupkan kembali sektor permesinan nasional.
Dengan demikian, diharapkan kepercayaan pasar terhadap tekstil dan produk tekstil lokal dalam negeri dapat terus terjaga. Sementara itu, Kemenperin mencatat pada triwulan I-2024, industri tekstil mulai menunjukkan perbaikan kinerja yang signifikan. Hal ini terlihat dari produk domestik bruto (PDB) mengalami pertumbuhan sebesar 2,64 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Ekspor sektor TPT juga mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen atau senilai 2,95 miliar dolar AS pada triwulan I-2024, padahal di periode itu situasi pasar global masih tak menentu oleh ketidakpastian geopolitik
Melihat perbaikan kinerja yang signifikan sekaligus ketersediaan SDM yang berkualitas, pemerintah perlu terus mendorong industri ini agar kembali perkasa. Apalagi, melihat banyaknya orang yang mengandalkan hidup dari sektor ini.
Pembatasan impor pakaian maupun tekstil perlu kembali diperketat. Selain untuk melindungi SDM agar tidak ter-PHK akibat operasional perusahaan macet, upaya pengetatan impor pakaian juga untuk melindungi UMKM yang selama ini menjadi nyawa dari perekonomian nasional.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menilik dinamika industri tekstil dalam negeri di penghujung tahun