Jakarta (ANTARA) - Bareskrim Polri membuka penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh organisasi sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan melakukan pengumpulan data serta keterangan (pulbaket).
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tengah menyelidiki meskipun Polri belum menerima laporan dari masyarakat.
“Belum ada laporan, masih penyelidikan pulbaket dulu,” kata Dedi.
Terpisah Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebutkan dari hasil analisis transaksi yang dilakukan pihaknya terindikasi ada penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang.
Menurut dia, PPATK sudah sejak lama melakukan analisis terhadap transaksi keuangan ACT. Hasil analisis itu pun telah diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Kami mengindikasikan ada transaksi yang menyimpang, tujuan dan peruntukannya serta pihak-pihak yang tidak semestinya.” kata Ivan.
Baca juga: ACT ajak warga Sumsel kumpulkan 1.000 ton logistik untuk Kalsel-Sulbar
Ivan mengatakan analisis yang dilakukan masih berproses, sesegera mungkin hasilnya akan diserahkan kepada aparat penegak hukum, yakni Densus dan BNPT. Terkait indikasi adanya penyalahgunaan atau penyimpanan dana umat di tubuh ACT untuk kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang, perlu pendalaman dari aparat penegak hukum.
“Transaksi mengindikasikan demikian namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait,” kata Ivan.
Densus 88
Sementara itu, Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Kombes Pol. Aswin Siregar saat dikonfirmasi pada hari yang sama menyebutkan pihaknya tengah mendalami adanya dugaan penyelewengan dana ACT untuk aktivitas tindak pidana terorisme.
“Permasalahan ini masih dalam penyelidikan Densus 88,” kata Aswin.
Sebelumnya, dugaan penyelewengan dana donasi umat di tubuh organisasi itu viral di media sosial, salah satunya di Twitter, setelah diulas majalah Tempo. Hal ini memunculkan tanda pagar (tagar) yang viral di media sosial seperti “aksi cepat tilep” dan “jangan percaya ACT”. ACT, oleh warganet, juga dipelesetkan menjadi "Aksi Cepat Tancep" karena setiap aksi mereka segera dibarengi dengan penancapan banyak atribut ACT di sejumlah titik lokasi bencana.
Menanggapi ramainya pemberitaan itu, ACT memberikan tanggapan yang disampaikan oleh Presiden ACT Ibnu Khajar.
Menurut Ibnu, ACT telah memangkas besaran gaji serta operasional bagi para petingginya dalam upaya pembenahan dan restrukturisasi organisasi sejak Januari 2022.
"Sejak 11 Januari 2022, tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga dengan masukan dari seluruh cabang. Kami melakukan evaluasi secara mendasar," ujar Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Sebelumnya dalam laporan investigasi Tempo ditemukan dugaan penyelewengan dana umat yang dilakukan oleh ACT. Besaran gaji menjadi salah satu tajuk yang membuat masyarakat mempertanyakan kredibilitas organisasi tersebut.
Dalam laporan itu menyebutkan bahwa gaji Ketua Dewan Pembina ACT disebut-sebut menerima gaji sekitar Rp250 juta, sedangkan pejabat di bawahnya seperti Senior Vice Presiden menerima sekitar Rp150 juta, Vice Presiden Rp80 juta, direktur eksekutif Rp50 juta, dan direktur Rp30 juta per bulan.
Baca juga: ACT dan puluhan komunitas di Sumsel himpun dana bantu korban bencana
Baca juga: ACT dapat penghargaan NGO global terfavorit dari Ikadi
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2022