Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengingatkan kedua pasangan capres dan cawapres serta tim pemenangannya lebih dewasa menyikapi hasil hitung cepat atau "quick count" sejumlah lembaga survei.
Adi, di Jakarta, Kamis, mengatakan, Jokowi saat menyampaikan pidatonya Rabu petang (17/4) tidak mengesankan jemawa dengan hasil hitung cepat.
"Begitupun pendukung-pendukung 01 yang menyatakan akan mengikuti proses yang ada. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri juga menyampaikan terima kasih kepada Prabowo," katanya.
Berdasarkan hasil quick count lembaga survei, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul 54 persen, terpaut sekitar 9 persen dari pasangan rivalnya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang hanya mengantongi 45 persen suara.
"Dari kubu 02 juga tidak reaksioner dan akan menunggu hasil hitung resmi KPU. Saya kira satu sikap yang lebih maju ketimbang 2014 yang saling klaim kemenangan. Situasinya cukup panas. Kalau melihat sekarang kondisinya lebih 'adem'," kata Adi.
Menurut dia, tidak ada yang mengejutkan dari hasil hitung cepat lembaga survei yang memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf. Hasil quick count ini sesuai dari hasil survei.
"Ini bukti elektabilitas Jokowi masih konstan, lurus begitu, karena tidak ada peristiwa besar. Tidak ada tsunami atau kiamat politik," ujarnya.
Adi menjelaskan, tidak ada perubahan signifikan dari elektabilitas capres dan cawapres hingga pilpres dilaksanakan. Ini tergambar dari hasil quick count lembaga survei. Meski ada sedikit perbedaan. kata Adi, masih dalam batas margin error 3 sampai 4 persen.
Quick count, kata Adi, bukanlah hasil resmi melainkan potret yang didasarkan pada hasil penghitungan suara di TPS. Karena itu hasil quick count kecenderungannya tidak meleset jauh dari perhitungan real KPU.
"Ini yang harus dijadikan pegangan bahwa quick count itu sebatas alat bantu," tegasnya.
Jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan hasil hitung cepat, Adi menyarankan agar melaporkannya ke KPU dan Bawaslu.
"Kalau ada yang merasa quick count itu menyesatkan, menggiring opini atau menguntungkan salah satu kandidat tertentu maka laporkan saja ke KPU, sehingga nanti KPU bisa membentuk dewan kode etik untuk mengadili lembaga-lembaga survei yang diduga meresahkan itu," ujarnya.