Masyarakat sipil serukan perlindungan hayati dari tambang nikel

id nikel,masyarakat sipil indonesia,madani

Masyarakat sipil serukan perlindungan hayati dari tambang nikel

Salah satu delegasi Indonesia saat berbicara dalam Segmen Tingkat Tinggi perundingan global Konvensi Keanekaragaman Hayati ke-16 (COP16) di Cali, Kolombia. ANTARA/HO (nikel)

Timer Manurung mendesak Pemerintah Indonesia untuk membatasi produksi nikel karena dampak negatifnya terhadap keanekaragaman hayati mengingat deposit nikel di Indonesia yang mencapai luasan 3,1 juta hektare terkonsentrasi di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Dia juga menekankan pentingnya Pemerintah Indonesia untuk menetapkan kuota bagi ekspansi tambang nikel yang bisa dilakukan di luar daerah yang tidak bisa ditambang lagi untuk mencegah kerusakan ekosistem yang lebih buruk.

Selain mengancam keanekaragaman hayati dan integritas ekosistem, pertambangan nikel juga mengancam kehidupan masyarakat adat.

Program Officer Hutan dan Iklim dari Yayasan MADANI Berkelanjutan Salma Zakiyah menyatakan bahwa agenda transisi energi untuk mengatasi perubahan iklim global tidak boleh merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati. Target 8 KM-GBF mencakup mandat untuk meminimalkan dampak aksi iklim terhadap keanekaragaman hayati.

Oleh karenanya, Indonesia harus menyelaraskan kebijakan iklim dengan kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati, termasuk harmonisasi Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) dengan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP).

“Seluruh kebijakan terkait iklim dan keanekaragaman hayati harus didasarkan pada prinsip keadilan iklim. Ini mencakup pengakuan dan perlindungan wilayah hidup kelompok rentan, pelibatan penuh dan efektif, perlindungan sosial, serta pemulihan hak-hak kelompok rentan ketika terjadi kerusakan, termasuk pemulihan hak dan wilayah hidup masyarakat adat dan lokal,” kata Salma.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Masyarakat sipil serukan perlindungan hayati dari tambang nikel