Jakarta (ANTARA) - Masyarakat sipil Indonesia, yang hadir dalam Segmen Tingkat Tinggi perundingan global Konvensi Keanekaragaman Hayati ke-16 (COP16) di Cali, Kolombia, menyerukan pentingnya perlindungan alam dan keanekaragaman hayati Indonesia yang terancam ekspansi tambang nikel.
“Hampir 80 persen atau 2,5 juta hektare wilayah deposit nikel di Indonesia yang terkonsentrasi di wilayah Indonesia Timur merupakan wilayah yang kaya akan hutan dan keanekaragaman hayati, serta berada di dalam wilayah adat," kata Direktur Eksekutif Auriga Nusantara Timer Manurung dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Isu mengenai tambang mineral penting menjadi diskursus hangat dalam pertemuan COP16 CBD mengingat potensi ancamannya yang tinggi terhadap integritas ekosistem, keanekaragaman hayati, dan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal di negara-negara produsen.
Saat ini, terdapat hampir 1 juta hektare konsesi tambang nikel di Indonesia, yang 66 persen atau sekitar 0,64 juta hektarnya merupakan tutupan hutan alam. Besarnya luasan konsesi tambang nikel di Indonesia yang terus bertambah ini didorong oleh agenda transisi energi global untuk memasok komponen baterai kendaraan listrik, dengan tujuan ekspor utama ke China.
Timer Manurung mendesak Pemerintah Indonesia untuk membatasi produksi nikel karena dampak negatifnya terhadap keanekaragaman hayati mengingat deposit nikel di Indonesia yang mencapai luasan 3,1 juta hektare terkonsentrasi di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Dia juga menekankan pentingnya Pemerintah Indonesia untuk menetapkan kuota bagi ekspansi tambang nikel yang bisa dilakukan di luar daerah yang tidak bisa ditambang lagi untuk mencegah kerusakan ekosistem yang lebih buruk.
Selain mengancam keanekaragaman hayati dan integritas ekosistem, pertambangan nikel juga mengancam kehidupan masyarakat adat.
Program Officer Hutan dan Iklim dari Yayasan MADANI Berkelanjutan Salma Zakiyah menyatakan bahwa agenda transisi energi untuk mengatasi perubahan iklim global tidak boleh merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati. Target 8 KM-GBF mencakup mandat untuk meminimalkan dampak aksi iklim terhadap keanekaragaman hayati.
Oleh karenanya, Indonesia harus menyelaraskan kebijakan iklim dengan kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati, termasuk harmonisasi Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) dengan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP).
“Seluruh kebijakan terkait iklim dan keanekaragaman hayati harus didasarkan pada prinsip keadilan iklim. Ini mencakup pengakuan dan perlindungan wilayah hidup kelompok rentan, pelibatan penuh dan efektif, perlindungan sosial, serta pemulihan hak-hak kelompok rentan ketika terjadi kerusakan, termasuk pemulihan hak dan wilayah hidup masyarakat adat dan lokal,” kata Salma.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Masyarakat sipil serukan perlindungan hayati dari tambang nikel
Berita Terkait
Sekda Sumsel: Leader As Coach tingkatkan kualitas SDM dan pelayanan
Kamis, 31 Oktober 2024 20:57 Wib
Kemenkumham Sumsel lakukan pembinaan perlindungan indikasi geografis Pagar Alam
Kamis, 31 Oktober 2024 18:45 Wib
PLN Baturaja pasang baru listrik gratis untuk warga prasejahtera
Kamis, 31 Oktober 2024 18:30 Wib
Warga OKU diimbau bijak tanggapi isu negatif jelang Pilkada 2024
Kamis, 31 Oktober 2024 18:29 Wib
Saat cuaca panas, banyak minum air putih
Rabu, 30 Oktober 2024 16:54 Wib
Desa Karang Dapo OKU panen patin hasil budi daya masyarakat
Rabu, 30 Oktober 2024 13:36 Wib
Polres OKU Timur inspirasi masyarakat jadi pendonor sukarela
Selasa, 29 Oktober 2024 20:00 Wib
Bermodus laka lantas, polisi gadungan begal warga Cianjur
Selasa, 29 Oktober 2024 15:47 Wib