Kilang Pertamina Plaju bantu warga Banyuasin budi daya maggot
Palembang (ANTARA) - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit III Plaju membantu warga Banyuasin, Sumatera Selatan, membudidayakan maggot yang memiliki nilai ekonomis sebagai alternatif pakan ikan.
Area Manager Communication, Relations & CSR Kilang Pertamina Plaju Siti Rachmi Indahsari di Palembang, Selasa, mengatakan, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) ini Pertamina menyalurkan bantuan kepada Kelompok Pembudidaya Ikan (pokdakan) Barokah Dusun Srinanti II, Desa Sungai Gerong, Kecamatan Banyuasin I.
Bantuan tersebut yakni mesin penggiling limbah tempe untuk pakan dari maggot. Maggot atau belatung merupakan larva yang dihasilkan dari lalat Black Soldier Fly (BSF), yang dapat menjadi pilihan pakan bagi ternak terutama ikan.
Ia mengatakan pemberian bantuan berupa mesin penggiling limbah tempe bertujuan untuk memberikan alternatif pakan bagi maggot yang nantinya akan menjadi makanan bagi ikan yang dibudidaya oleh peternak.
"Kami ingin mitra binaan bisa berfokus pada peningkatan produksi ternak. Jangan lagi dipusingkan dengan harga pakan yang mahal sehingga dengan adanya bantuan ini peternak bisa meminimalisir pengeluaran untuk pembelian pakan," ujar dia.
Selama ini limbah tempe dari pengrajin tempe di Plaju Ulu tidak termanfaatkan. Padahal, setiap harinya tercatat ada 143 kg limbah industri tempe yang terbuang sia-sia dan menjadi masalah lingkungan.
Upaya Kilang Pertamina Plaju dalam memberikan bantuan mesin giling untuk pakan maggot ini selaras dengan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Pada tujuan kedua SDGs ini disebutkan bahwa memelihara keanekaragaman genetika benih, mengolah tanaman dan persawahan serta melestarikan hewan jinak dan spesies liar yang terkait, termasuk melalui bank benih dan tumbuhan yang dipelihara dengan baik keanekaragamannya.
Ketua Pokdakan Barokah Sukamto mengatakan sejak merintis budidaya ikan pada 2011 lalu hanya memberikan pakan dengan bahan yang dijual bebas di pasaran.
Banyaknya jumlah pakan yang disediakannya juga berimbas pada tingginya biaya operasional budidaya ikan.
Saat telah bergabung di kelompok pembudidaya ikan mulai 2018 lalu, bersama sembilan anggota kelompoknya pun belum mendapat alternatif pakan yang lain.
"Dari awal beli bibit lele atau ikan lain. Belum lagi ongkos lainnya. Kalau tidak ada pakan alternatif ya bisa membengkak biayanya," katanya.
Ia menambahkan dengan adanya bantuan mesin penggiling ini akan membantu dalam penghalusan pakan untuk maggot. Bukan itu saja, biaya operasional pun bisa dipangkas sebab pasokan limbah tempe didapat dengan cuma-cuma.
Di sisi lain, Sukamto pun berharap hasil panen ikannya dapat terus meningkat dari sebelumnya yakni setiap kali panen dalam satu bulan bisa mendapatkan 100 Kg ikan.
Area Manager Communication, Relations & CSR Kilang Pertamina Plaju Siti Rachmi Indahsari di Palembang, Selasa, mengatakan, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) ini Pertamina menyalurkan bantuan kepada Kelompok Pembudidaya Ikan (pokdakan) Barokah Dusun Srinanti II, Desa Sungai Gerong, Kecamatan Banyuasin I.
Bantuan tersebut yakni mesin penggiling limbah tempe untuk pakan dari maggot. Maggot atau belatung merupakan larva yang dihasilkan dari lalat Black Soldier Fly (BSF), yang dapat menjadi pilihan pakan bagi ternak terutama ikan.
Ia mengatakan pemberian bantuan berupa mesin penggiling limbah tempe bertujuan untuk memberikan alternatif pakan bagi maggot yang nantinya akan menjadi makanan bagi ikan yang dibudidaya oleh peternak.
"Kami ingin mitra binaan bisa berfokus pada peningkatan produksi ternak. Jangan lagi dipusingkan dengan harga pakan yang mahal sehingga dengan adanya bantuan ini peternak bisa meminimalisir pengeluaran untuk pembelian pakan," ujar dia.
Selama ini limbah tempe dari pengrajin tempe di Plaju Ulu tidak termanfaatkan. Padahal, setiap harinya tercatat ada 143 kg limbah industri tempe yang terbuang sia-sia dan menjadi masalah lingkungan.
Upaya Kilang Pertamina Plaju dalam memberikan bantuan mesin giling untuk pakan maggot ini selaras dengan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Pada tujuan kedua SDGs ini disebutkan bahwa memelihara keanekaragaman genetika benih, mengolah tanaman dan persawahan serta melestarikan hewan jinak dan spesies liar yang terkait, termasuk melalui bank benih dan tumbuhan yang dipelihara dengan baik keanekaragamannya.
Ketua Pokdakan Barokah Sukamto mengatakan sejak merintis budidaya ikan pada 2011 lalu hanya memberikan pakan dengan bahan yang dijual bebas di pasaran.
Banyaknya jumlah pakan yang disediakannya juga berimbas pada tingginya biaya operasional budidaya ikan.
Saat telah bergabung di kelompok pembudidaya ikan mulai 2018 lalu, bersama sembilan anggota kelompoknya pun belum mendapat alternatif pakan yang lain.
"Dari awal beli bibit lele atau ikan lain. Belum lagi ongkos lainnya. Kalau tidak ada pakan alternatif ya bisa membengkak biayanya," katanya.
Ia menambahkan dengan adanya bantuan mesin penggiling ini akan membantu dalam penghalusan pakan untuk maggot. Bukan itu saja, biaya operasional pun bisa dipangkas sebab pasokan limbah tempe didapat dengan cuma-cuma.
Di sisi lain, Sukamto pun berharap hasil panen ikannya dapat terus meningkat dari sebelumnya yakni setiap kali panen dalam satu bulan bisa mendapatkan 100 Kg ikan.