Warga lereng Merapi gelar tradisi Syawalan arak ratusan sapi
Boyolali, Jateng (ANTARA) - Warga di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin, menggelar tradisi Syawalan atau Lebaran Ketupat 2022 dengan mengarak ratusan ekor ternak sapi keliling kampung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
Warga dalam penyelenggaraan upacara tradisi Syawalan/Lebaran Ketupat pada tahun ini, tampak lebih antusias karena pemerintah sudah memberikan kelonggaran izin mudik karena kasus pandemi COVID-19 sudah mulai melandai selama liburan Idul Fitri 1443 Hijriah.
Bahkan, warga yang hadir dalam upacara tradisi tersebut lebih banyak mencapai 1.000-an orang dibanding tahun sebelumnya yang dilaksanakan sederhana dan jumlah terbatas karena kasus pandemi COVID-19 masih tinggi di wilayah ini.
Ketua RW 4 Dukuh Mlambong Desa Sruni Jaman (53) selaku tokoh masyarakat menjelaskan upacara tradisi Syawalan/Lebaran Ketupat diawali berdoa bersama kemudian dilanjutkan makan ketupat yang dibawa sendiri dari rumah.
Hal itu, sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak rejeki dan dilanjutkan arak-arakan ternak sapi sebagai hewan piaraan warga setempat.
"Pada tradisi Syawalan Lebaran Ketupat ini, ternak sapi juga dimanjakan oleh pemiliknya dengan diberikan makanan ketupat sebelum diarak keliling kampung kemudian baru dimandikan untuk kembali dikandangkan," katanya.
Upacara tradisi Syawalan dengan mengarak ternak sapi tersebut, kata Jaman, mengikuti kisah Nabi Sulaiman untuk mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rejeki melalui hewan ternak piaraan warga setempat tersebut.
Pada penyelenggaraan tradisi Syawalan tahun ini, karena kasus COVID-19 sudah mereda, sehingga banyak diikuti warga yang memiliki ternak sapi total sebanyak 300 ekor. Pada penyelenggaraan tahun sebelumnya, hanya digelar secara sederhana dan diikuti terbatas karena kasus COVID-19 masih tinggi di wilayah ini.
"Bahkan, acara Syawalan arak-arakan sapi tahun ini, diikuti ratusan ekor sapi dan dihadiri seribuan orang dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Acara dibanding tahun sebelumnya jumlah peserta terbatas dan digelar sederhana sebagai simbol tradisi tetap dilaksanakan," katanya.
Masyarakat penyelenggaraan upacara tradisi Syawalan Lebaran Ketupat tahun ini, disambut antusias, karena pemerintah sudah memberikan kelonggaran dengan mengizinkan mudik dan kegiatan tradisi yang mendatangkan banyak orang.
"Masyarakat tahun ini, kelihatan lebih sejahtera dibanding tahun sebelumnya. Karena, masyarakat yang memiliki ternak sapi meningkat menjadi 300 ekor sedangkan, jumlah ternak sapi di dukuh ini, sebelumnya hanya 200 ekor. Setiap warga di Dukuh ini, hampir semuanya memiliki ternak sapi sebagai sumber penghasilan keluarga selain bertani," kata Jaman.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali Darmanto yang hadir dalam acara tradisi tersebut mengatakan ternak sapi untuk masyarakat Boyolali pada umumnya dan Desa Sruni pada khusus merupakan bagian dari hidup dan kehidupan.
Praktis, kata dia, hidup masyarakat secara keseluruhan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan sapi. Untuk itu, moment Hari Raya Lebaran Ketupat masyarakat memperlakukan ternak sapi bagian dari hidupnya.
"Jadi ketika dia suka, sapinya harus suka, sebaliknya jika dia sedih sapinya ikut bersedih. Hal ini, Syawalan Lebaran Ketupat dengan arak-arakan sapi ini, suatu tradisi yang baik sebagai peninggalan warisan budaya dari para pendahulu kami yang wajib hukumnya untuk dilestarikan," katanya.
Pemkab Boyolali melalui Disdikbud setempat yang tugas pokok fungsinya salah satunya pemajuan kebudayaan tentu mengapresiasi atas kegiatan ini. Harapannya, masyarakat lebih total dalam mengelola ternak sapinya sehingga hal ini, menjadi motivasi masyarakat untuk terus hidup bersama ternak demi kesejahteraan mereka, demikian Darmanto.
Warga dalam penyelenggaraan upacara tradisi Syawalan/Lebaran Ketupat pada tahun ini, tampak lebih antusias karena pemerintah sudah memberikan kelonggaran izin mudik karena kasus pandemi COVID-19 sudah mulai melandai selama liburan Idul Fitri 1443 Hijriah.
Bahkan, warga yang hadir dalam upacara tradisi tersebut lebih banyak mencapai 1.000-an orang dibanding tahun sebelumnya yang dilaksanakan sederhana dan jumlah terbatas karena kasus pandemi COVID-19 masih tinggi di wilayah ini.
Ketua RW 4 Dukuh Mlambong Desa Sruni Jaman (53) selaku tokoh masyarakat menjelaskan upacara tradisi Syawalan/Lebaran Ketupat diawali berdoa bersama kemudian dilanjutkan makan ketupat yang dibawa sendiri dari rumah.
Hal itu, sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak rejeki dan dilanjutkan arak-arakan ternak sapi sebagai hewan piaraan warga setempat.
"Pada tradisi Syawalan Lebaran Ketupat ini, ternak sapi juga dimanjakan oleh pemiliknya dengan diberikan makanan ketupat sebelum diarak keliling kampung kemudian baru dimandikan untuk kembali dikandangkan," katanya.
Upacara tradisi Syawalan dengan mengarak ternak sapi tersebut, kata Jaman, mengikuti kisah Nabi Sulaiman untuk mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rejeki melalui hewan ternak piaraan warga setempat tersebut.
Pada penyelenggaraan tradisi Syawalan tahun ini, karena kasus COVID-19 sudah mereda, sehingga banyak diikuti warga yang memiliki ternak sapi total sebanyak 300 ekor. Pada penyelenggaraan tahun sebelumnya, hanya digelar secara sederhana dan diikuti terbatas karena kasus COVID-19 masih tinggi di wilayah ini.
"Bahkan, acara Syawalan arak-arakan sapi tahun ini, diikuti ratusan ekor sapi dan dihadiri seribuan orang dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Acara dibanding tahun sebelumnya jumlah peserta terbatas dan digelar sederhana sebagai simbol tradisi tetap dilaksanakan," katanya.
Masyarakat penyelenggaraan upacara tradisi Syawalan Lebaran Ketupat tahun ini, disambut antusias, karena pemerintah sudah memberikan kelonggaran dengan mengizinkan mudik dan kegiatan tradisi yang mendatangkan banyak orang.
"Masyarakat tahun ini, kelihatan lebih sejahtera dibanding tahun sebelumnya. Karena, masyarakat yang memiliki ternak sapi meningkat menjadi 300 ekor sedangkan, jumlah ternak sapi di dukuh ini, sebelumnya hanya 200 ekor. Setiap warga di Dukuh ini, hampir semuanya memiliki ternak sapi sebagai sumber penghasilan keluarga selain bertani," kata Jaman.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali Darmanto yang hadir dalam acara tradisi tersebut mengatakan ternak sapi untuk masyarakat Boyolali pada umumnya dan Desa Sruni pada khusus merupakan bagian dari hidup dan kehidupan.
Praktis, kata dia, hidup masyarakat secara keseluruhan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan sapi. Untuk itu, moment Hari Raya Lebaran Ketupat masyarakat memperlakukan ternak sapi bagian dari hidupnya.
"Jadi ketika dia suka, sapinya harus suka, sebaliknya jika dia sedih sapinya ikut bersedih. Hal ini, Syawalan Lebaran Ketupat dengan arak-arakan sapi ini, suatu tradisi yang baik sebagai peninggalan warisan budaya dari para pendahulu kami yang wajib hukumnya untuk dilestarikan," katanya.
Pemkab Boyolali melalui Disdikbud setempat yang tugas pokok fungsinya salah satunya pemajuan kebudayaan tentu mengapresiasi atas kegiatan ini. Harapannya, masyarakat lebih total dalam mengelola ternak sapinya sehingga hal ini, menjadi motivasi masyarakat untuk terus hidup bersama ternak demi kesejahteraan mereka, demikian Darmanto.