Gubernur Sumsel ungkap penyebab mangkraknya pembangunan Masjid Raya Sriwijaya

id masjid raya sriwijaya,masjid raya sriwijaya mangkrak,pembangunan masjid raya sriwijaya,gubernur sumsel ,gubernur sumsel herman deru,sumsel,mangkrak

Gubernur Sumsel ungkap penyebab mangkraknya pembangunan Masjid Raya Sriwijaya

Proyek pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di kawasan Jakabaring, Palembang, yang mangkrak pengerjaannya ditinjau oleh Gubernur Sumsel Herman Deru, Selasa (16/6). (ANTARA/Dolly Rosana/20)

Sebelum ditimbun atau masih rawa-rawa tidak ada yang mengakuinya, tapi setelah dikeluarkan dana Rp20 miliar untuk penimbunan justru banyak yang mengakui sebagai miliknya
Palembang (ANTARA) - Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengungkapkan sejumlah persoalan yang menyebabkan mangkraknya pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di kawasan Jakabaring, Palembang, yang semula ditargetkan selesai pada 2018.

Herman Deru dalam rapat dengan instansi terkait di lokasi pembangunan masjid tersebut, Selasa, mengatakan, salah satu persoalan yang mencolok yakni adanya sengketa lahan antara Pemprov dengan dua pihak yakni ML dan MS.

“Sebelum ditimbun atau masih rawa-rawa tidak ada yang mengakuinya, tapi setelah dikeluarkan dana Rp20 miliar untuk penimbunan justru banyak yang mengakui sebagai miliknya,” kata dia.

Saat ini Pemprov Sumsel masih berperkara dengan dua pihak yakni ML dan MS atas beberapa persil lahan. “Perkara dengan MS masih Peninjauan Kembali (PK), jika pemprov punya novum baru maka kami bisa menang. Sementara untuk ML, sertifikatnya sudah ditolak oleh BPN,” kata Deru.

Selain persoalan sengketa lahan, Herman Deru juga mengungkapkan bahwa selama penyaluran dana dua kali hibah dari pemprov yakni Rp50 miliar (2014) dan Rp80 miliar (2018) ternyata belum pernah diaudit.

Deru mengatakan telah memerintahkan instansi berwenang BPK untuk mengaudit penggunaan dana hibah tersebut.

Baca juga: Masjid Raya akan berciri khas daerah

Baca juga: Masjid Sriwijaya dirancang termegah di kawasan Asia


Dua persoalan ini harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum pembangunan dilanjutkan kembali. Untuk itu, ia mengajak berbagai instansi terkait untuk berkerja sama menyelesaikan persoalan ini, mulai dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, Kejaksaan, Pengadilan, Badan Pertanahan Nasional hingga Yayasan yang menangungi pembanguan proyek ini.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya yang juga hadir dalam rapat tersebut menilai pentingnya dilakukan restrukturisasi dalam susunan kepengurusan yayasan pembangunan masjid ini.

“Buat batasan dulu, mana kepengurusan yang lama dan mana yang baru. Batasan ini, bukan artinya yang lama itu berhenti, mereka harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan sebelumnya, dan yang baru bisa fokus pada pembangunan,” kata Mawardi.

Sementara Wakil Kapolda Sumsel Brigjen Pol Rudi Setiawan mengatakan pendekatan hukum bakal menjadi pilihan terakhir dalam penyelesaian persoalan mangkraknya pembangunan masjid ini.

“Selesaikan dulu masalah status tanah, kami akan melakukan pendekatan secara internal terlebih dahulu,” kata dia.

Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya sudah dimulai pada 2009 direncanakan di atas lahan seluas 9 hektare yang merupakan milik pemerintah provinsi dan hibah beberapa pihak.

Masjid ini dibangun dengan perencanaan dana senilai Rp668 miliar, sementara dana hibah pemprov yang sudah disetor ke yayasan mencapai Rp130 miliar.

Pemprov berencana menambah dana hibah Rp100 miliar lagi, namun lantaran belum ada audit untuk penggunaan dana sebelumnya maka kucuran dana ditunda terlebih dahulu.

Masjid ini diharapkan bukan hanya menjadi rumah ibadah tapi menjadi pusat studi Islam. Sejauh ini lahan yang dimatangkan sudah mencapai 3,85 hektare.
 
Gubernur Sumsel Herman Deru memimpin rapat pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di kawasan Jakabaring, Palembang, yang mangkrak pengerjaannya, Selasa (16/6). (ANTARA/Dolly Rosana/20)


Sekretaris Daerah Nasrun Umar yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Akselerasi Percepatan Pembangunan Daerah mengatakan sejauh ini ada 7 persil yang harus diverifikasi ulang, dan 11 persil sudah sah menjadi milik pemprov. Sedangkan sebanyak 112 persil sudah diberikan uang kerohiman bagi yang menempati lahan tersebut.

Seperti diketahui, lahan untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ini merupakan lahan milik pemerintah provinsi karena masuk dalam lahan reklamasi tahun 1992. Sehingga sertifikat yang dikeluarkan BPN harus atas rekomendasi dari pemerintah provinsi.

Atas beragam persoalan tersebut, Gubernur Sumsel meminta tim segera membuat keputusan, jika perlu melakukan "take over" dari yayasan ke pemprov demi tetap berlanjutnya pembangunan.

Baca juga: Gubernur: Masjid Raya Sriwijaya rampung lima tahun

Salah seorang perwakilan yayasan menyambut baik usul dari gubernur tersebut, bahkan pihaknya sangat legowo jika pembangunan masjid ini menjadi tanggung jawab pemprov.

“Ada kejanggalan yang terjadi yang perlu kami ungkapkan, yayasan terima uang lalu ditunjuk panitia pembangunan Edy Hermanto (Kadis PU Cipta Karya). Karena setelah kami pelajari ini tidak benar maka Ketua Yayasan yang memutuskan untuk membuat kontrak kerjanya,” kata dia.

Kemudian, saat ini muncul permasalahan baru akibat mangkraknya pembangunan yakni terjadi pencurian besi di areal pembangunan.

“Kami sudah laporkan dan ada empat orang tersangkanya, tapi sebenarnya ini bukan tanggung jawab kami (yayasan) karena kontraktor PT Brantas Abib Raya belum serah terima,” kata dia.