Di kalangan anak muda, rokok elektrik makin populer dan penjualannya mudah ditemukan di Indonesia. Setiap daerah setidaknya memiliki sepuluh tempat penjualan atau retail rokok elektrik.
Asumsi publik pun berkembang bahwa rokok elektrik memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Padahal, kata Aryana, risiko keduanya sama, karena sama-sama mengandung nikotin dan menyebabkan gangguan kesehatan.
“Rokok elektrik bukanlah substitusi rokok konvensional, namun sebagian besar pengguna rokok elektrik adalah pengguna rokok konvensional," katanya.
Dual-user ini memiliki probabilitas mengidap penyakit dan komplikasi lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, serta pengeluaran kesehatan lebih tinggi dibandingkan single-user rokok. Dengan demikian, daripada beralih ke rokok elektrik, alternatif terbaik adalah berhenti merokok.
Tak hanya berdampak terhadap kesehatan, konsumsi rokok juga berdampak pada perekonomian. Dalam lingkup rumah tangga, meski peningkatan belanja rokok sebesar satu persen, hal itu berpengaruh signifikan pada kondisi ekonomi keluarga.