Tim kurator, lanjut dia, juga memutuskan agar hanya ada satu buku dari satu nama penulis. Selain untuk pemerataan representasi, kata dia, diharapkan para guru dan siswa akan terpancing untuk mencari karya-karya lain dari penulis yang masuk ke dalam kurikulum.
"Setelah proses kurasi selesai, buku-buku yang direkomendasikan akan ditinjau oleh guru-guru untuk diuji apakah layak atau tidak. Dalam proses ini, ada beberapa buku yang akhirnya gugur, harus ditukar jenjang, atau dicari judul lain dari penulis yang sama," paparnya.
Okky juga mengemukakan harapan adanya kebijakan sastra masuk kurikulum sudah sejak lama disimpan bukan hanya oleh sastrawan, tetapi juga guru, orang tua, dan masyarakat luas.
"Memang selama ini sudah ada sekolah-sekolah yang menggunakan karya sastra sebagai bahan ajar. Namun itu sifatnya masih sporadis, tergantung inisiatif guru, dan kebanyakan terbatas pada mata pelajaran Bahasa Indonesia," tuturnya.
Ia berharap melalui kebijakan resmi sastra masuk kurikulum, penggunaan karya sastra sebagai bahan ajar akan lebih masif dan berdampak luas.
Sebelumnya Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan nantinya sastra akan masuk ke dalam pembelajaran di sekolah dengan bentuk co-kurikuler.
"Ini masuk ke jam pelajaran (co-kurikuler), bukan ekstrakurikuler. Banyak mata pelajaran, utamanya Bahasa Indonesia yang bisa mengimplementasikannya. Ini juga bisa masuk dalam P5," katanya.
Anindito menyebutkan terdapat 177 daftar judul buku sastra meliputi novel, cerita pendek, puisi, dan non-fiksi yang telah disiapkan Kemendikbudristek untuk dapat dipakai oleh guru dalam menunjang pembelajaran siswa di sekolah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Okky Madasari: Kurasi buku sastra dalam kurikulum sesuaikan jenjang