Jakarta (ANTARA) - Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK M Ikhsanudin mengatakan perusahaan yang melakukan inovasi di bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi yang modern atau lebih dikenal dengan fintech, memainkan peranan penting dalam menjaga perekonomian pada momentum Pemilu 2024.
"Ketika tahun depan (2024) Indonesia menghadapi pesta demokrasi yang besar, sarana fintech ini berperan strategis karena akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat," kata Ikhsanudin dalam acara media breafing menyambut Bulan Fintech Nasional (BFN) di Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu.
Ia menyampaikan, tahun 2024 merupakan tahun demokrasi di mana ada pemilihan presiden-wakil presiden, diikuti pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah.
Selain itu, apabila pemilihan presiden-wakil presiden berlangsung dua putaran, maka akan banyak kegiatan ekonomi yang terganggu karena fokus masyarakat tertuju pada proses kegiatan pemilihan.
Ia mengatakan, pada momentum seperti ini, layanan pinjaman secara daring akan sangat dibutuhkan masyarakat sehingga peluang ini bisa ditangkap perusahaan fintech.Lebih lanjut, Ikhsanudin mengatakan, mayoritas anggota perusahaan fintech saat ini masih berupa fintech peer to peer lending alias bergerak di layanan peminjaman uang, sedangkan yang lainnya adalah fintech jenis lain seperti fintech crowdfunding, microfinancing, digital payment, dan sebagainya.
"Peer to peer ini yang biasanya banyak diadukan sehingga harus dari awal diperbaiki bersama-sama," katanya.
Ia mengatakan, pemerintah dan asosiasi perusahaan fintech perlu terus bersama-sama mendorong perbaikan industri fintech agar semakin bermanfaat bagi masyarakat termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
"Yang namanya equity crowdfunding, sekarang kita menghadapi climate change, sehingga sekarang ada bursa karbon dan lain sebagainya, kalau enggak ada fintech mana bisa," katanya.
OJK mencatat jumlah penyelenggara fintech lending per periode Agustus 2023 sebanyak 101 unit terdiri dari 94 penyelenggara konvensional dan tujuh penyelenggara syariah.
Nilai aset yang dimiliki penyelenggara konvensional mencapai Rp7,2 triliun sedangkan penyelenggara syariah Rp139 miliar. Sementara nilai total liabilitas masing-masing Rp3,8 triliun dan Rp111 miliar serta total ekuitas masing-masing Rp3,3 triliun dan Rp28 miliar.