Hilangkan paradigma sekolah berlabel favorit
Penggabungan sekolah ini harus melalui kajian dari berbagai pihak serta dipastikan apa dampak positif dan negatifnya.
Sukabumi (ANTARA) - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) setiap tahunnya selalu riuh, bahkan tidak hanya orang tua murid yang was-was anaknya tidak masuk ke sekolah yang diharapkan.
Saat ini, sejumlah sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta pun merasa cemas, sekolahnya hanya sedikit, bahkan tidak ada calon siswa yang mendaftar. Kejadian ini pun terjadi di wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi, sehingga orang tua menjadi resah dan sejumlah sekolah terancam, bahkan ada yang gulung tikar.
Salah satu yang menjadi permasalahan masih adanya doktrin sekolah favorit dan non-favorit, selain adanya kasus siswa titipan, hingga masalah zonasi.
Padahal status sekolah favorit hanya ada di benak dan pikiran orang tua murid serta oknum yang menjuluki sekolah tertentu merupakan favorit karena berhasil banyak mencetak lulusan terbaik.
Paradigma sekolah favorit saat ini harus diakui sudah melekat dalam pikiran warga, sehingga anaknya, baik yang hendak masuk sekolah tingkat dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekokah menengah atas (SMA) dan sederajat, ingin dimasukkan ke sekolah berlabel favorit.
Sebenarnya seluruh sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta, memiliki tujuan yang sama, yakni ingin memberikan yang terbaik untuk seluruh anak didiknya agar bisa berprestasi dan memiliki kemampuan serta berdaya saing.
Sayangnya label sekolah favorit tersebut seakan sudah menjadi doktrin yang dampaknya jumlah siswa yang mendaftar di setiap sekolah tidak merata, seperti ada sekolah yang pendaftarnya membeludak, sedangkan di sekolah lain hanya ada sedikit pendaftar, bahkan sampai ada yang nihil.
Saat ini, sejumlah sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta pun merasa cemas, sekolahnya hanya sedikit, bahkan tidak ada calon siswa yang mendaftar. Kejadian ini pun terjadi di wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi, sehingga orang tua menjadi resah dan sejumlah sekolah terancam, bahkan ada yang gulung tikar.
Salah satu yang menjadi permasalahan masih adanya doktrin sekolah favorit dan non-favorit, selain adanya kasus siswa titipan, hingga masalah zonasi.
Padahal status sekolah favorit hanya ada di benak dan pikiran orang tua murid serta oknum yang menjuluki sekolah tertentu merupakan favorit karena berhasil banyak mencetak lulusan terbaik.
Paradigma sekolah favorit saat ini harus diakui sudah melekat dalam pikiran warga, sehingga anaknya, baik yang hendak masuk sekolah tingkat dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekokah menengah atas (SMA) dan sederajat, ingin dimasukkan ke sekolah berlabel favorit.
Sebenarnya seluruh sekolah, baik yang berstatus negeri maupun swasta, memiliki tujuan yang sama, yakni ingin memberikan yang terbaik untuk seluruh anak didiknya agar bisa berprestasi dan memiliki kemampuan serta berdaya saing.
Sayangnya label sekolah favorit tersebut seakan sudah menjadi doktrin yang dampaknya jumlah siswa yang mendaftar di setiap sekolah tidak merata, seperti ada sekolah yang pendaftarnya membeludak, sedangkan di sekolah lain hanya ada sedikit pendaftar, bahkan sampai ada yang nihil.