Pemkot Palembang dorong UMKM masuk destinasi wisata baru

id UMKM,UMKM sumsel,palembang,kota palembang,destinasi wisata,wisata ,kain,kain jumputan

Pemkot Palembang dorong UMKM masuk destinasi wisata baru

Gita Risky, pelaku UMKM produk kain jumputan. (ANTARA/Dolly Rosana)

Palembang (ANTARA) - Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan, mendorong produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masuk dalam kawasan destinasi wisata baru Car Free Night atau malam hari bebas kendaraan bermotor.

Wali Kota Palembang Harnojoyo di Palembang, Rabu, mengatakan, Pemkot Palembang sudah memberlakukan Car Free Night (CFN) atau hari bebas dari kendaraan bermotor saat malam hari mulai pukul 18.00 WIB- 24.00 WIB di kawasan aliran Sungai Sekanak-Lambidaro Jalan Radial, Kecamatan Bukit Kecil.

Ia memaparkan, di kawasan destinasi wisata baru tersebut sebenarnya sudah terdapat beberapa gerai produk UMKM. Namun, Pemkot Palembang menilai perlu adanya penambahan.

“Target kami, jika bisa sampai ada puluhan hingga ratusan gerai. Sehingga ekonomi masyarakat menggeliat,” kata Harnojoyo.

Saat ini, ujar dia, sektor UMKM menjadi perhatian pemkot untuk terus dikembangkan karena diyakini menjadi penopang ekonomi daerah.

Sejauh ini terdapat 101.903 UMKM di Palembang yang tersebar di 18 kecamatan. Sementara untuk pekerja di sektor ekonomi kreatif mencapai 12.300 orang yang tersebar di 17 sektor.

Selain memastikan pelaku UMKM mendapatkan tempat di destinasi wisata, lanjutnya, Pemkot Palembang juga sedang menjajaki pembukaan mal UMKM yang lokasinya terletak di kawasan Ilir Barat.

“Kami sedang menjajaki kerja sama dengan Hero Supermarket yang sebelumnya sempat tutup karena pandemi. Jika ini jalan, bisa ratusan hingga ribuan pelaku UMKM yang dapat ditampung,” kata dia.

Salah seorang pelaku UMKM produk tas berbahan kain jumputan binaan Bank Indonesia, Gita Risky mengatakan dirinya berharap pemerintah dapat membuka akses pasar agar terjadi peningkatan jumlah pembeli dan omset.

“Selama ini saya hanya jual melalui online karena tidak punya toko. Jika ada kesempatan untuk membuka gerai yang difasilitasi pemerintah, kami sangat senang sekali,” kata dia.

Hingga kini, Gita tak membantah masih mendapatkan beragam kendala untuk berkembang. Salah satunya karena tingginya biaya produksi mengingat beberapa komponen bahan baku harus didatangkan dari daerah lain.

Selain itu, lantaran produk yang dihasilkan merupakan khas daerah dengan menggunakan bahan baku kain jumputan dengan pewarna alami maka ia kerap kesulitan mendapatkan penjahit yang bisa bekerja sama.

“Susah cari penjahitnya, yang bisa menerjemahkan ide-ide saya. Saat pesanan banyak terkadang kami tidak bisa penuhi karena ada persoalan ini,” kata dia.