Penenun kain tradisional Palembang akses pembiayaan KUR

id penenun,kain ,kain tradisional,kain songket,kain jumputan,palembang,kur,perbankan,modal,kain khas,sumsel

Penenun kain tradisional Palembang  akses pembiayaan KUR

Penenun kain songket Palembang. (ANTARA/Dolly Rosana)

Palembang (ANTARA) - Sejumlah penenun kain tradisional Palembang mengakses pembiayaan dengan bunga rendah dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) untuk memenuhi kebutuhan tambahan modal usaha.

Penenun songket, Rita Zahara, di Palembang, Minggu, mengatakan, dirinya mendapatkan pembiyaaan KUR dari Bank Mandiri senilai Rp50 juta.

“Tambahan modal ini untuk bayar karyawan dari sebelumnya delapan orang kini saya tambah jadi 28 orang,” kata Rita.

Ia bersyukur bisa mendapatkan askes pembiayaan KUR ini karena selama ini berkutat dengan persoalan kurangnya modal kerja.

Dalam pembuatan kain songket ini dibutuhkan modal yang tak sedikit, terutama untuk upah bagi penenunnya.

Satu stel kain songket (kain dan selendang) dikerjakan sekitar satu bulan oleh penenun menggunakan alat tenun bukan mesin (atbm) dengan harga jual berkisar 1,5 juta hingga Rp3 juta.

Dengan adanya tambahan modal 50 juta ini, setidaknya ia bisa menghasilkan sekitar 25 lembar kain atau meningkat hingga tiga kali lipat dari sebelumnya. “Setidaknya dengan adanya tambahan modal ini saya bisa membesarkan usaha,” kata dia.

Sri Wahyuni, pelaku usaha kain jumputan di Lorong Sawah, Kelurahan Tuan Kentang, Palembang, Sumatera Selatan, juga mendapatkan tambahan modal melalui skema pembiayaan UMi yang diberikan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dalam program Mekaar.

PNM merupakan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dipercaya Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk menyalurkan pembiayaan UMi. Pemerintah menunjuk BLU-PIP sebagai coordinated fund pembiayaan UMi.

Awalnya ia bergabung dalam kelompok usaha untuk mendapatkan pinjaman PNM Mekaar berkisar Rp2 juta hingga Rp10 juta.

Pinjaman dibayar secara mencicil senilai Rp100 ribu per pekan, dan jika ada anggota kelompok yang tidak membayar angsuran maka akan ditanggung bersama (tanggung renteng).

Sejak September 2021, Sri sudah mengakses pinjaman tersebut bersama sembilan orang lainnya dari beragam jenis usaha.

Dengan adanya tambahan modal Rp2 juta itu, setidaknya Sri dapat menambah produksi dari semula Rp80 lembar menjadi Rp100 lembar untuk satu kali periode pengiriman ke distributor di Pasar 16 Ilir Palembang dan komplek perbelanjaan Ramayana.

Walau keuntungan belum begitu signifikan karena ibu dua anak ini hanya mendapatkan margin Rp20.000 per lembar kain tapi setidaknya usahanya mulai berkembang dari biasanya.

Dengan menjual kain senilai Rp150.000 per lembar, Sri sudah memperkerjakan dua remaja putus sekolah.

Kepala Regional PNM Palembang yang membawahi Kota Palembang dan Provinsi Bangka Belitung, Hanifah mengatakan pelaku usaha ini mendapatkan pinjaman Rp2 juta hingga Rp10 juta dengan syarat harus bergabung dalam kelompok usaha yang terdiri dari 7-10 orang.

Nantinya setelah dianggap mapan, pelaku usaha ultra mikro ini dapat mengakses pinjaman yang lebih besar dari PNM UlaMM (Unit Layanan Modal Mikro) dengan pembiayaan berkisar Rp10-200 juta dengan bunga non subsidi.

“PNM Mekaar itu menjadi embrionya pelaku usaha, nanti jika sudah besar baru bisa mengakses pinjaman PNM UlaMM,” kata dia.

Sejauh ini PNM Mekaar di Sumsel telah diakses 465.480 nasabah atau 26.813 kelompok usaha dengan total penyaluran pinjaman pada 2021 mencapai Rp1,18 triliun, sementara realisasi total penyaluran sejak tahun 2017 mencapai Rp4,19 triliun.