Polres OKI tangani kasus pelecehan, terduga pelakunya bikin mengagetkan

id Polres OKI,Pencabulan di OKI,Oknum guru ngaji OKI

Polres OKI tangani kasus pelecehan, terduga pelakunya bikin mengagetkan

Polres Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan menangani kasus oknum guru ngaji yang diduga melakukan pelecehan terhadap tiga korban.  (ANTARA/ HO- Polres OKI)

Palembang (ANTARA) -

Polres Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan menangani kasus oknum guru ngaji yang diduga melakukan pelecehan terhadap tiga bocah korban.
Kaur Bin Ops (KBO) Reskrim Polres OKI Ipda Nuryadi saat konferensi pers di OKI, Selasa, mengatakan bahwa tersangka kasus pencabulan tersebut ialah MM (54) tahun terungkap pada 11 Agustus 2024.
"Modus nya dari tersangka saat tengah mengajar muridnya mengaji sembari berbuat asusila pencabulan," katanya.
Ia menambahkan terdapat korban dari pelaku salah satu nya KF yang mengeluh sakit di alat vital nya saat sedang buang air kecil. Kemudian orang tuanya awalnya tidak ada kecurigaan, kemudian anaknya kembali mengeluh sakit dan orang tuanya lantas membawa anaknya ke Puskesmas.
"Setibanya disana, korban dilakukan pemeriksaan, lalu dokter berujar bahwa di area vital nya terdapat luka lecet dan kemerahan yang diduga ada sesuatu yang dimasukkan dan kemungkinan pelecehan seksual," katanya.
Kemudian dokter menanyakan kepada korban dekat dengan siapa saja dan korban menjawab dekat dengan pak ustad dan sering digendong nya.
Mendapati jawaban tersebut, korban pun kembali ditanya-tanya oleh dokter lebih kurang 10 menit.
Lalu dokter segera memanggil orang tua korban untuk memberitahukan bahwa anaknya mengalami luka di area vital disebabkan oleh pelaku.
Ia menambahkan juga ada korban lainnya yakni AO sudah lama terjadi. Saat proses belajar mengaji, kemaluannya dimainkan oleh pelaku. Sedangkan untuk korban M saat proses belajar mengaji juga, namun hanya dicium-cium saja.
Kini pelaku di jerat pasal yang disangkakan yakni Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“Ancaman hukuman paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, dengan denda Rp5 miliar," katanya.