Penembakan debt collector, Pengamat: Arogansi personel Polri tidak bisa dibiarkan

id Debt collector, polsek lubuk linggau, polda sumsel, penembakan debt collector, hutang, kredit macet, pengamat kepolisian

Penembakan debt collector, Pengamat: Arogansi personel Polri tidak bisa dibiarkan

Mobil milik oknum anggota polisi yang serang debt colectorr di Palembang, Sumatera Selatan. (ANTARA/ M Imam Pramana)

"Selain sanksi internal terkait pelanggaran disiplin dan etik, sesuai prinsip semua orang sama di mata hukum, harus ada sanksi pidana pada personel yang sudah membahayakan masyarakat," katanya.
 
Bambang menyayangkan, aksi arogansi tersebut dilakukan dengan menggunakan fasilitas negara.
 
"Apalagi menggunakan fasilitas negara yakni senjata api untuk menembak anggota masyarakat yang lain, terlepas bahwa korban juga melakukan perbuatan yang tak menyenangkan," ujarnya.
 
Walaupun yang mendapat penganiayaan adalah anggota debt collector atau penagih utang yang sebagai masyarakat juga dirugikan dengan cara-cara yang dilakukannya. Menurut Bambang, tindakan yang dilakukan Aiptu FN tidak mencerminkan tugas dan fungsi personel Polri.
"Benar (debt collector juga salah), tugas polisi sebagai penegak hukum itu melakukan penyelidikan dan penyidikan, bukan menjadi hakim atau main hakim sendiri," katanya.
 
Bambang menyebut, arogansi personel Polri tidak hanya terjadi di Palembang saja, tapi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Polda Sumatera Utara menangkap Ketua Komunitas MA Ompu Umbak Siallagan (65), atas dugaan penguasaan lahan PT Toba Pulp Lestari atau TPL (23/3).
 
Penangkapan Umbak Siallagan dilakukan dengan upaya paksa karena ada upaya menghalangi dari pihak keluarga.
 
Bambang menyebut perilaku tersebut juga tidak bisa dibenarkan. Penangkapan seseorang harus dengan SOP yang benar, seperti memberikan surat penangkapan resmi kepada saksi Ketua RT, atau keluarga dan menghargai hak asasi manusia yang melekat pada semua orang.