Konsumen perempuan kerap jadi target kekerasan "debt collector" pinjol

id pinjaman online,pinjol,fintech,keuangan digital,berita palembang, berita sumsel

Konsumen perempuan kerap jadi target kekerasan "debt collector" pinjol

Ilustrasi pinjaman online (Antara/HO-Kapersky)

Jakarta (ANTARA) - Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia bersama dengan lembaga konsultasi inklusi ekonomi dan finansial swasta melakukan penelitian terhadap pengalaman, perlindungan dan risiko konsumen perempuan pada platform pinjaman online di Indonesia.

"Subjek perempuan diambil karena berdasarkan data peminjam perempuan lebih besar dan Perempuan merupakan kelompok rentan dari kekerasan berbasis kekerasan gender," ujar perwakilan peneliti Departemen Kriminologi FISIP UI Reni Kartawati M.Krim dalam diskusi yang diikuti secara daring pada Selasa.

Penelitian ini mengambil sampel dari 35 peminjam Perempuan berusia 20-44 tahun. Dari data yang di dapat, ditemukan bahwa konsumen Perempuan kerap menjadi target sasaran kekerasan seksual berbasis gender online yang dilakukan jasa debt collector atau penagih hutang dengan aksinya menyalahgunakan data pribadi sebagai alat ancaman pada peminjam perempuan.

“Persoalan ada jasa debt collector yang menyalahgunakan data pribadi konsumen secara ilegal dan mereka menggunakannya sebagai alat penekan atau ancaman, akhirnya pencurian data pribadi itu memunculkan kekerasan seksual berbasis gender online,” ucap Reni.

Reni mengatakan penggunaan data pribadi yang disalah gunakan biasanya terkait mekanisme pembayaran, pelanggaran etik privasi karena menyebarluaskan foto atau KTP tanpa izin peminjam yang dijadikan alat kekerasan fisik verbal, psikis dan juga ekonomi.

Selain menggunakan data pribadi sebagai ancaman, korban juga mengalami kekaburan profil antara pinjol legal dan illegal misalnya ada logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di platform illegal dan nama perusahaan yang kerap berubah-ubah, sehingga mempersulit konsumen perempuan untuk membedakan.

Kemudian adanya keterbatasan akses perempuan terhadap literasi digital dan keuangan juga menjadi alasan konsumen terjerumus pada penawaran dari pinjol illegal, yang akhirnya menjadi konsumtif karena tergiur dengan iklan dan tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok.