Ia juga memaparkan, meskipun di dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru tidak ada peran organisasi profesi disebutkan, baik di dalam proses pendidikan maupun pelayanan, tetapi ini menjadi sebuah perhatian yang berkaitan dengan kesejawatan yang ada dalam profesi dokter.
“Peran-peran yang kita lakukan dalam konteks (perundungan) itu yang tertuang di kode etik kedokteran, dan apa yang ada dalam sumpah dokter, sehingga proses-proses seperti yang sudah dilakukan adalah bagian dari kita sebagai tugas organisasi profesi untuk melindungi sejawatnya,” tuturnya.
Ia juga menekankan bahwa setiap institusi pendidikan dokter dan dokter spesialis harus memiliki saluran siaga (hotline) yang terakses langsung kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai pengelola pendidikan, Kementerian Kesehatan, juga pada dekan di setiap fakultas kedokteran.
Adib juga menegaskan, apabila ada dokter residen yang menjadi korban, maka IDI siap menempuh advokasi agar mereka bisa tetap melanjutkan pendidikan spesialis.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah meluncurkan dua akses pelaporan praktik perundungan untuk memberikan perlindungan kepada korban.
Akses pertama melalui nomor aduan 0812-9979-9777 atau melalui website https://perundungan.kemkes.go.id untuk memutus rantai perundungan terhadap dokter residen.