Menjaga agar tentara bayaran ala Wagner tak lagi jadi alat konflik

id wagner,tentara bayaran,konflik rusia ukraina,berita sumsel, berita palembang Oleh M Razi Rahman

Menjaga agar tentara bayaran ala Wagner tak lagi jadi alat konflik

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Rabu (7/0/2022). (ANTARA/Aria Cindyara)

Contohnya adalah Kartago, kekaisaran masa kuno yang awalnya bersaing dengan Kekaisaran Romawi, tetapi akhirnya malah menderita kekalahan dan dicaplok oleh Romawi karena pasukan bayarannya berakhir ikut melawan mereka sendiri.

Begitu pula dengan Italia, yang pada era Macchiavelli terpecah menjadi negara-negara kecil yang sangat tergantung kepada tentara bayaran untuk mempertahankan wilayahnya. Walhasil, Kerajaan Prancis yang memiliki angkatan perang mandiri dapat menundukkan banyak daerah di Italia.

Setelah era Macchiavelli, peran tentara bayaran sedikit demi sedikit semakin berkurang, terutama setelah konsep nasionalisme dan negara kebangsaan semakin mendominasi pemikiran politik yang awalnya diasah di Eropa dan diekspor melalui kolonialisme ke berbagai penjuru dunia.

Sejumlah negara, bahkan dengan tegas melarang warga negaranya untuk berperang bersama pihak asing kecuali di bawah naungan tentara nasional negara itu.

Austria, misalnya, memiliki produk perundangan yang menyatakan bahwa bila warga negaranya terbukti bekerja sebagai tentara bayaran untuk negara lain, maka kewarganegaraan Austrianya akan dicabut.

Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, dan Prancis, juga melarang warganya menjadi tentara bayaran negara lain, meski terkadang dalam sejumlah kasus, seperti menjadi "sukarelawan tempur", ada yang dibiarkan begitu saja, seperti dalam pembentukan Brigade Internasional dalam Perang Saudara di Spanyol yang berlangsung pada 1936-1939.

Pada abad ke-21 yang dapat disebut sebagai era digitalisasi ini, ternyata masih ada tentara bayaran seperti Wagner yang berperang di pihak Rusia.