PABOI sebut keamanan terapi alternatif Ida Dayak perlu dikaji secara ilmiah

id paboi,ida dayak,cedera tulang,pengobatan non medis,idi

PABOI sebut keamanan terapi alternatif Ida Dayak perlu dikaji secara ilmiah

Tangkapan layar Ketua Dewan Pakar PABOI periode 2022-2025 Ferdiansyah dalam Talkshow “Tanggapan Pengobatan Ortopedi Non-Medis” yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (5/4/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)

Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) menyatakan bahwa keamanan dan dampak lanjutan dari terapi alternatif non-medis yang digunakan Ida Dayak perlu dikaji secara ilmiah.

“Saya sampaikan ilmu terus berkembang, tidak ada satupun ilmu yang bisa mengklaim ilmunya yang paling bagus. Selain itu, penyakit juga selalu ada penyakit baru,” kata Ketua Dewan Pakar PABOI periode 2022-2025 Ferdiansyah dalam Talkshow “Tanggapan Pengobatan Ortopedi Non-Medis” yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Menanggapi antusiasme warga yang besar terhadap pengobatan non-medis Ida Dayak, Ferdiansyah menuturkan dalam sebuah pengobatan alternatif, pemantauan (monitoring) terhadap tata laksana pengobatan harus diketahui secara jelas dan terstruktur.

Terutama apabila terkait dengan masalah tulang, yang pada terapinya juga harus memperhatikan bagian lain seperti saraf, otot bahkan pembuluh darah yang melekat pada tulang.

“Kalau kita melakukan manipulasi dengan cara yang tidak benar, maka justru memperberat terutama yang kita takutkan adalah pembuluh darah dan syaraf,” ujar Ketua Kolegium Ortopedi dan Traumatologi periode 2019-2022 itu.

Menurut dia, apabila pasien mengalami permasalahan hanya pada bagian tulang, maka potensi peluang untuk sembuh lebih besar walaupun belum tentu posisi tulang bisa kembali seperti semula atau menjalankan fungsinya.

Akan tetapi jika bagian tulang yang bermasalah turut mengenai pembuluh darah, dampak terburuk yang terjadi pasien yakni harus diamputasi. Sebaliknya, jika mengenai saraf akan timbul kelumpuhan karena saraf yang berpeluang tertekan, rusak atau putus.

Ferdiansyah menambahkan bahwa monitoring dan pengkajian terapi dalam bentuk metode baru bisa membantu masyarakat terhindar dari perasaan menyesal karena sudah mengikuti terapi tersebut apabila di kemudian hari hasilnya tidak sesuai dengan harapannya atau lebih buruk.

“Jangan sampai pasien itu menyesal karena banyak pasien yang rentan, yaitu orang yang sudah putus asa penyakitnya, tidak bisa disembuhkan dengan cara standar yang ada. Jangan sampai mengorbankan pasien. Jadi, kita harus menjaga pasien tidak dikorbankan,” katanya.

Selain mempelajari ilmu baru atau menemukan dampak dari pengobatan, pengkajian, menurut dia, juga bisa membantu menemukan efikasi atau manfaat pengobatan secara efektif beserta kualitasnya untuk dipertimbangkan dalam dunia kedokteran sebagai bentuk pengobatan baru.

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa ilmu berkembang pesat dan yang paling penting kita bisa melindungi masyarakat kita supaya tidak mendapatkan efek yang lebih jelek lagi karena kita tidak tahu hasilnya karena tidak termonitor,” katanya.