Merajut Nusantara dari perusahaan Game

id Game,industri game,nusantara,internet,kominfo,palapa ring,gamers

Merajut Nusantara dari perusahaan Game

Gambar tangkap dari CEO Touchten Roki Soeharyo saat menjadi narasumber di Podcast Antara. Industri game tengah memasuki masa berkembang di Indonesia. (ANTARA/Afut Syafril)

Bukan lantas mengandalkan semangat Nusantara kemudian memasukkan konten desain dan cerita lokal ke dalam sebuah game virtual, tidak semudah itu jika ingin membawa kampanye lokal

Jakarta (ANTARA) - “Main game terus! Mau jadi apa kamu nanti?”, bayangkan sudah berapa banyak emak-emak mengucapkan sumpah serapah tersebut kepada anaknya, ketika melihat kelakuan anaknya yang selalu memegang gawai setiap waktu bermain game daring.

Padahal jika dicermati, Indonesia mampu mencetak tumpukan uang dari industri game yang mungkin masih nampak remeh di mata orang tua terhadap anaknya. Andai saja mampu diarahkan bukan tidak mungkin, dari kecintaannya terhadap game, bisa menjadikan permainan tersebut sebagai ladang upaya mencari nafkah bagi orang banyak.

Contohnya saja pemuda satu ini, Roki Soeharyo, mendalami ilmu bangku kuliah di luar negeri sebagai psikolog, bahkan kemudian meneruskan belajar dalam jurusan fisika di Amerika, tidakkah membanggakan dan impian dari “emak-emak” yang geram daripada melihat anaknya bermain game? namun hingga akhirnya, Roki berakhir untuk mengambil jalan mendirikan perusahaan game di Indonesia, yang sering ia sebut sebagai Touchten, dengan berbagai prestasi korporasi yang ia torehkan.

Roki Soeharyo, CEO Touchten, perusahaan pengembang permaianan virtual, mampu mengembangkan berbagai permaianan dalam gawai. Biografi singkatnya, nampak tidak menunjukkan antusiasme-nya dalam industri game. Namun siapa sangka, hanya berbekal kegemarannya bermain game sejak kecil bersama sepupunya, mampu menggerakkan Roki untuk mendirikan perusahaan pengembang permaianan virtual tersebut.

“Saya tidak ada basic ilmu pengembangan game, namun saya menyukai hal tersebut, sampai akhirnya memutuskan untuk mendalami lebih jauh lagi,” kata Roki saat hadir sebagai narasumber di Podcast Antara.

Benang merah yang ia perkuat sendiri dalam dunia game adalah karena kemampuannya dalam membuat bahasa program game yang dipelajari sendiri. Beberapa game ringan pernah ia buat bersama rekannya ketika kuliah di luar negeri, dan hal tersebut mendapatkan respons positif dari pengguna yang memainkannya.

Berbekal semangat tersebut, ia semakin memantapkan bahwa industri game merupakan hal yang ingin ia tuju. Pulang ke tanah air, ia mengumpulkan modal dan juga beberapa rekan untuk memulai mendirikan usaha.

Lahirlah Touchten yang ia bangun bersama sepupunya juga. Secara mengejutkan, pengguna atau pelanggan dari pengunduh game-nya, justru berasal dari Amerika Serikat, selain itu ia memang menargetkan kaum wanita untuk mengunduh aplikasi game-nya.

Konten Lokal

Membawa semangat nasionalis Roki tetap menyuguhkan “rasa Indonesia” di game-nya. Hingga saat ini satu game andalannya adalah game dengan cerita yaitu mengelola kafe dan juga ada memelihara hewan virtual. Konten lokal yang ia sajikan adalah adanya ras anjing jenis Kintamani yang tentu hanya bisa didapatkan di Indonesia, karena hewan tersebut salah satu khas Indonesia yang ada di Bali.

Selain itu, beberapa makanan khas Indonesia dan pemandangan Nusantara ia rajut menjadi satu kesatuan sebagai bagian memperkenalkan Indonesia dalam cerita permainannya. Ia juga masih punya mimpi untuk membuat beberapa game yang benar menjual khas Nusantara, meskipun hal tersebut masih berupa konsep.

Sependapat dengan Roki, seorang Art Director Game Retno Enok, berpendapat bahwa untuk memunculkan khas Nusantara dalam sebuah permainan virtual di gawai bukanlah hal mudah, apalagi mengingat target penggunanya adalah Eropa dan Amerika misalnya.

“Bukan lantas mengandalkan semangat Nusantara kemudian memasukkan konten desain dan cerita lokal ke dalam sebuah game virtual, tidak semudah itu jika ingin membawa kampanye lokal,” kata Retno.

Ia berpendapat konten lokal tidak boleh asal ditampilkan dalam game, harus diperhitungkan antara kebutuhan, keselarasan dan kesesuaian dengan cerita utama game. Sebab, menurutnya kalau hal tersebut hanya asal saja maka justru akan menjadi kurang berkualitas dan malah menjadi boomerang bagi kampanye konten lokal.

“Budaya lokal yang kita usung, belum tentu sesuai dengan selera Amerika misalnya, selain itu, pengguna negara barat, tidak terlalu mempedulikan hal tersebut, jadi daripada sia-sia dalam waktu pengerjaan dan biaya, maka harus diperhitungkan di awal dalam cerita, agar kampanye maksud dan tujuan sampai ke pengguna tanpa merusak alur cerita,” katanya.

Retno sendiri kerap memasukkan unsur lokal dalam filosofinya mendesain sebuah game.

Menyambung Nusantara

Industri game di Indonesia, bagaikan jamur di musim penghujan, merupakan target yang banyak konsumen dan peminatnya. Setiap sektor dari pengembangan game bahkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar.

Untuk Asia Tenggara, Indonesia adalah pasar paling menjanjikan dari segi peminat game, lalu bagaimana dengan infrastruktur penunjang untuk memaksimalkan potensi tersebut? Koordinator Business Matchmaking, Direktorat Ekonomi Digital Kominfo, Luat Sihombing menjelaskan Indonesia mampu untuk bersaing dengan negara maju di Asia untuk mengembangkan sektor game.

Saat ini menurutnya ada beberapa langkah dari Kominfo untuk membangkitkan potensi tersebut sehingga setiap jengkal Nusantara mampu tersambung dalam memainkan peran industri game. Untuk masalah keterjangkaun di seluruh Indonesia tersebut, yang pertama saat ini pemerintah telah membangun tulang punggung infratsrukturnya dengan membangun Palapa Ring. Nantinya, Palapa Ring akan menjadi tulang punggun dari sektor industri game untuk konektivitas di antara pulau di Indonesia.

Sehingga setiap daerah akan memiliki kesempatan yang sama dalam memainkan atau bahkan mengembangkan aplikasi game. Akan menjadi hal menarik bagi investor jika melihat luasnya jangkaun di Indonesia.

Kedua, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam dasar pemahaman industri game sendiri tengah digodok secara matang mulai dari awal. Bagaimana bisa orang akan mengembangkan bahasa program aplikasi game jika bermain internet saja belum lancar? untuk masalah dasar tersebut, Kominfo telah membangun literasi berinternet dimulai dari penggunaan media sosial sebagai platform dasar hingga menuju ke hal teknis terkait internet.

Ketiga, Luat menjelaskan bahwa sudah menyiapkan “talent hunter” atau pemburu bakat yang mampu menjadi pengembang game masa depan. “Kami persiapkan inkubasinya mulai dari pendidikan teknisnya dengan menyiapkan beasiswa, ke luar negeri bahkan untuk belajar dan diharapkan kembali ke Indonesia sudah siap menerapkannya. Selain itu, ada program lain yang bekerja sama dengan pihak-pihak swasta untuk menciptakan iklim kompetisi pengembang game,” jelasnya.

Pada pandangan ekonomi bisnis menurut Luat, Indonesia dikenal besar masih sebagai konsumen game, belum pada tingkat pengembang, bahkan masih dalam tingkatan menengah untuk pengembangan sektor game, tapi potensi sudah terlihat nyata di depan mata.

Berbicara masalah pendapatan negara dari sektor game saja sudah mencapai 80 miliar dolar, dan pertumbuhannya bahkan mencapai 15 persen setiap tahunnya. “Angka tersebut adalah nominal yang terukur baru dari kota besar, bayangkan jika seluruh Indonesia mampu dijajaki, sungguh hal yang menarik tentunya,” tuturnya.

Hal yang masih patut dicermati adalah masih adanya jenjang dan batasan yang jauh dari tingkat kemampuan dasar hingga profesional di Indonesia. Perbandingan SDM yang ahli dengan ketersediaan lapangan kerja masih belum berimbang.

“Banyak sekali Indonesia memiliki para desainer game yang terbaik, namun belum banyak yang bisa menampung, akhirnya mereka semua, memilih bekerja di luar negeri dalam mengembangkan kemampuannya,” ujar Luat.

Hampir setiap wilayah menurutnya ada potensi bakat sebagai pengembang aplikasi game, namun secara bisnis, belum setiap provinsi mampu mewadahi. Untuk itu, pemerintah sedang menyusun standard untuk usaha pengembang game, agar dapat diterima pengembang dan investor untuk turut membangun Nusantara melalui industri virtual tersebut.