Jakarta (ANTARA) -
Markas Besar TNI Angkatan Laut membantah kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di perairan Bali kelebihan muatan karena mengangkut 53 personel.
"Kapal selam ini disebut kelebihan muatan oleh pengamat, sama sekali tidak benar dan tidak berdasar. Mungkin, pengamat itu belum pernah mengawaki kapal selam," kata Asisten Perencanaan dan Anggaran Kasal Laksamana Muda TNI Muhammad Ali saat jumpa pers, di Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa.
Dia menjelaskan, berbagai operasi yang dilakukan oleh TNI AL itu biasanya mengangkut 50 personel.
"Bahkan, kalau penyusupan kita bawahi plus satu regu pasukan khusus, Jadi, satu regu itu sekitar 7 orang, sehingga totalnya 57 personel," ujar Ali lagi.
Sedangkan saat kejadian tenggelamnya KRI Nanggala hanya mengangkut 53 personel.
Selain itu, saat kejadian, kapal selam buatan Jerman itu hanya membawa tiga torpedo, padahal kapal selam ini bisa membawa delapan torpedo.
Terkait adanya pernyataan bahwa KRI Nanggala hanya bisa mengangkut 33 personel, menurut Ali, angka 33 itu adalah jumlah tempat tidur KRI Nanggala-402.
Sedangkan di KRI Nanggala-402 saat tenggelam ada 53 awak. Mereka juga terbagi tiga sif. Oleh karena itu, jumlah tempat tidurnya berjumlah 33.
"Ada tiga shift dan berjaga tempat tidurnya berbagi. Itu jumlah tempat tidur bukan kelebihan muatan," kata Ali pula.
Kapal selam buatan Jerman pada 1977 itu hilang kontak di perairan utara Bali, Rabu (21/4).
Tim SAR gabungan kemudian melakukan pencarian besar-besaran, termasuk dengan mendatangkan bantuan dari luar negeri, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Singapura.
Pada Minggu (25/4/2021), KRI Nanggala-402 dinyatakan berstatus subsunk (tenggelam) di kedalaman 838 meter, dan 53 awak KRI Nanggala dinyatakan gugur.