Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang mengurangi hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip.
"Sejak awal yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman selama 4 tahun 6 bulan penjara, tetapi karena putusan PK tersebut malah dikurangi menjadi hanya 2 tahun penjara," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Selain itu, lanjut dia, ICW menilai putusan PK itu terasa aneh sebab hukuman perantara suap dalam perkara itu yakni Benhur Lalenoh lebih tinggi dibanding dengan hukuman penyelenggara negara yang menjadi dalang dari tindak pidana korupsi.
Baca juga: MA kabulkan PK Robert Tantular
"Sebagaimana diketahui, Benhur yang merupakan perantara suap Bupati Kepulauan Talaud dijatuhi pidana selama 4 tahun penjara," kata Kurnia.
Menurut dia, vonis PK tersebut jauh lebih rendah dibanding hukuman terhadap Abdul Latif yang merupakan Kepala Desa di Kabupaten Cirebon yang dihukum selama 4 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dana desa sebesar Rp354 juta.
"Namun, ICW tidak lagi kaget sebab sejak awal memang MA tidak menunjukkan keberpihakannya pada sektor pemberantasan korupsi. Tren vonis pada tahun 2019 membuktikan hal tersebut, rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Tentu ini semakin menjauhkan efek jera bagi pelaku korupsi," tuturnya.
Ia menuturkan dalam konteks itu, Ketua MA mesti selektif untuk memilih majelis yang akan menyidangkan perkara pada tingkat PK.
Baca juga: MA Tolak PK Ahok
"Semestinya hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan terhadap pelaku korupsi tidak lagi dilibatkan. Tak hanya itu, klasifikasi korupsi sebagai 'extraordinary crime' seharusnya dapat dipahami dalam seluruh benak Hakim Agung, ini penting agar di masa yang akan datang putusan-putusan ringan tidak lagi dijatuhkan," ujar Kurnia.
ICW juga meminta tren untuk mengurangi hukuman di tingkat PK tersebut mesti menjadi perhatian khusus Ketua MA karena berdasarkan data ICW sejak Maret 2019 sampai dengan saat ini setidaknya MA telah mengurangi hukuman sebanyak 11 terpidana kasus korupsi di tingkat PK.
"Jika ini terus menerus berlanjut maka publik tidak lagi percaya terhadap komitmen MA untuk memberantas korupsi," kata dia.
Baca juga: Berkas permohonan PK terpidana mati dikembalikan MA
ICW pun juga meminta kepada MA agar menolak 20 permohonan PK yang sedang diajukan oleh para terpidana kasus korupsi.
"Sebab, bukan tidak mungkin PK ini hanya akal-akalan sekaligus jalan pintas agar pelaku korupsi itu bisa terbebas dari jerat hukum," tuturnya.
Berita Terkait
KPK limpahkan berkas perkara Sri Wahyumi ke Pengadilan Tipikor Manado
Rabu, 8 September 2021 14:44 Wib
Penahanan mantan Bupati Kepulauan Talaud diperpanjang
Selasa, 27 Juli 2021 11:06 Wib
KPK lelang tas mewah-anting milik eks Bupati Kepulauan Talaud
Selasa, 6 Juli 2021 15:36 Wib
KPK kembali tahan mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi
Kamis, 29 April 2021 21:00 Wib
KPK sebut hukuman Sri Wahyumi dikurangi preseden buruk pemberantasan korupsi
Selasa, 1 September 2020 10:58 Wib
Bupati Talaud nonaktif segera disidangkan
Selasa, 27 Agustus 2019 18:48 Wib
Bupati Kepulauan Talaud dapat tas dan perhiasan senilai Rp595,855 juta dari pengusaha
Jumat, 19 Juli 2019 13:46 Wib
Bupati Talaud sebut penangkapan dirinya oleh KPK sebagai pembunuhan karakter
Jumat, 17 Mei 2019 15:26 Wib