Palembang (ANTARA News Sumsel) - Masyarakat tentunya tidak lupa dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan dahsyat di lima provinsi, yang berujung dengan bencana kabut asap selama kurang lebih tiga bulan pada 2015.
Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan luasan lahan terbakar terluas di Indonesia ketika itu yakni mencapai 765.536 hektare dengan total 27.043 hotspot.
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa bencana itu demikian besar/masif dan tidak dapat dihentikan dengan cara apa pun di Sumsel, kecuali turunnya hujan dari langit.
Salah satunya karena keberadaan 3,5 juta hektare kawasan hutan dan 1,4 juta hektare lahan gambut yang rawan terbakar di musim kemarau.
"Semua pihak belum bisa duduk satu meja ketika itu, semua masih bekerja sendiri-sendiri. Ada yang merasa ini kewajiban si A, ini kewajiban si B, dan lainnya. Padahal, saya tegaskan ketika itu, kalian semua memiliki kepentingan terhadap lingkungan, jadi harus bertanggung jawab semua," kata Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.
Berkaca dari pengalaman itu, Sumsel menyusun konsep penyelamatan lingkungan yang melibatkan semua pihak (multipihak), mengingat kejadian ini selalu berulang meski intensitasnya berbeda-beda, dan cenderung memiliki siklus hebat setiap lima tahun.
Empat komponen penting mulai dari pemerintah, perusahaan, lembaga sosial masyarakat, dan masyarakat dituntut bekerja sama.
Sumsel kemudian mengusung konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang terumus dalam "Green Growth South Sumatera Development" dengan jalur komando berada di bawah pimpinan gubernur.
"Setelah itu, saya tak berhenti bergrilya hingga ke 11 negara. Saya selalu datang ke pertemuan-pertemuan internasional lingkungan untuk mengumpulkan dana bantuan. Sejumlah negara donor pun menyalurkan dana jutaan dolar ke Sumsel untuk gerakan pemulihan dan mitigasi," kata dia.
Upaya ini pun sejalan dengan peran Sumsel yang akan menjadi tuan rumah Asian Games XVIII tahun 2018 yang telah ditetapkan sejak akhir tahun 2014. Daerah ini dituntut mampu mengatasi bencana kabut asap demi nama baik bangsa dan negara.
Oleh karena itu, setelah kejadian kebakaran hebat 2015, penanganan diharuskan efektif dan efisien, atau setidaknya terjadi pengurangan luas lahan yang terbakar.
Hasilnya, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terjadi penurunan mencolok/signifikan meski diakui ada pengaruh musim kemarau basah di periode genting tersebut.
Berdasarkan data Citra Satelit Landsat 8 OLI TIRS dan Citra Satelit Sentinel 2, kebakaran hutan dan lahan di Sumsel pada 2015 mencapai 765.536 hektare dengan total 27.043 hotspot. Sebanyak 43,21 persen terjadi di lahan gambut.
Namun, pada 2016, luas kebakaran menurun 99,87 persen menjadi 978 hektare dengan 973 hotspot. Sedangkan 2017, luas lahan meningkat menjadi 9.286 hektare dengan 1.212 hotspot, dan yang terbesar terdapat pada lahan mineral sebesar 91,33 persen dan gambut 8,67 persen.
Penurunan ini diduga kuat karena adanya perbaikan dalam gerakan mitigasi, deteksi dini, dan respon cepat di lini lapangan.
Salah satu yang paling mencolok yakni peran perusahaan dalam memutakhirkan peralatan pembaca titik api (hotspot), seperti yang dilakukan APP Sinar Mas.
Dengan memiliki pusat komando/command center di Jakarta, perusahaan dapat mengolah data geoparsial yang terhubung dengan ruang pemantau situasi/situation room, yang tersebar di seluruh satuan kerja di lapangan. Di ruang pemantau ini tersedia data jumlah serta sebaran titik api, kondisi, cuaca secara real time.
General Manajer Fire Managment Sinar Mas Sujica Lusaka mengatakan melalui ruang pemantau itu dapat terpantau lokasi-lokasi yang sudah sangat kering, semisal sudah tidak hujan di atas 30 hari.
"Biasanya kami langsung ke lokasi yang terdata sudah 'merah' untuk melakukan pembasahan dengan alat pipa sambonesia. Air kemudian dapat masuk ke lahan gambut lebih kurang 50 meter," kata dia.
Selain pemutakhiran peralatan, adanya perubahan kebijakan pemerintah yang mewajibkan perusahaan tak hanya mengurus areal miliknya, tapi juga mengurus kawasan sejauh lima kilometer di luar batas konsesinya, terbilang efektif untuk mitigasi.
Apalagi, negara juga mewajibkan perusahaan menjaga desa-desa di sekitar perkebunan karena rawan melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru.
Tak ketinggalan, dalam konsep multipihak ini, kalangan lembaga swadaya masyarakat baik nasional dan internasional diminta membantu pemulihan lingkungan, mendidik masyarakat dan sekaligus meningkatkan kemampuan ekonominya.
Inovasi
Upaya ini telah membuahkan hasil yang terbukti dari semakin berkurangnya luasan lahan yang nihil alias "zero" terhadap kasus ini karena sejatinya hal ini terus terjadi khususnya di musim kemarau.
Tak ayal, inovasi pihak terkait untuk penanganan kebakaran mutlak dibutuhkan apalagi Asian Games akan digelar di Palembang, 18 Agustus - 2 September 2018.
Komandan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Sumatera Selatan, Kolonel Infantri Iman Budiman mengatakan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kini petugas TNI beraktifitas penuh di 55 desa yang dianggap rawan, yakni desa yang jika terbakar maka asapnya akan masuk ke Kota Palembang.
"Sejak Juni, personel saya sudah benar-benar tidur di desa, mereka membangun tenda di sana, dan mengawasi masyarakat 24 jam. Tujuannya cuma satu, yakni jangan sampai ada kebakaran," kata Iman.
Sejauh ini, informasi dari Satgas Darat menjadi acuan utama tim Satgas Udara untuk melakukan pemboman air karena informasi dari satelit terkadang terlambat satu hari dari kejadian.
Seperti halnya, kebakaran lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir pada Sabtu (4/8), tepatnya di kawasan Pulu Beruang, Tulung Selapan, sekitar pukul 10.40 WIB.
Seluruh sumber daya dikerahkan begitu mendapatkan informasi dari Satgas Darat, dan berdasarkan pantauan patroli udara. Dampaknya cukup membanggakan, karena luasan lahan yang terbakar di Kabupaten OKI tidak pernah melebihi 10 hektare.
Kondisi ini berbeda, saat belum ditempatkan ratusan personel di desa karena sempat terjadi kebakaran di lahan seluas 200 hektare selama empat hari di pertengahan Juli.
Banyak faktor yang membuat Sumsel sulit "zero" terhadap kebakaran, selain adanya luas lahan gambut yang mencapai 1,4 juta hektare, adanya kebiasaan masyarakat yang membakar untuk membuka lahan baru pada saat puncak musim kemarau (sonor) juga seperti persoalan tak pernah terselesaikan.
"Cara unik kami lainnya tahun ini, kami membawa kepala desa naik helikopter ikut pemboman air, supaya mereka tahu betapa sulitnya dan bisa bercerita ke warganya," kata Danrem Garuda Dempo ini.
Selain adanya faktor kondisi alam dan faktor manusia, kebakaran hutan dan lahan di Sumsel terjadi juga karena persoalan kepemilikan lahan belum terselesaikan hingga kini. Lahan-lahan gambut tak bertuan menjadi bahan bakar di saat musim kemarau.
Staf Khusus Perubahan Iklim Gubernur Sumatera Selatan Najib Asmani mengatakan dari sekitar 700 hektare lahan yang terbakar tahun 2015, masih ada sebagian lahan yang tidak bertuan.
"Kami sudah melaporkan ke pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai ini, karena sebelumnya ada aturan bahwa lahan yang terbakar tidak boleh digunakan lagi," kata dia.
Walhasil, dengan kondisi di lapangan seperti itu maka solusi praktis harus ditemukan. Pilihan pun jatuh pada Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) karena selama Agustus ini masih ada awan, karena adanya badai siklon di Filipina.
Dalam satu hari sejak sepekan terakhir, Tim Satgas Udara penyemaian garam empat ton garam per hari.
Selain itu, solusi praktis kedua untuk memastikan Asian Games dengan udara yang bersih yakni, pemboman air ke titik-titik hotspot yang terpantau melalui data satelit, untuk mencegah agar kebakaran tidak meluas. Jika pun terbakar hanya 0,5 hektare hingga dua hektare saja.
Upaya ini dapat dilakukan karena saat ini BNPB sudah menyiagakan 10 pesawat, yang satu unit diantaranya merupakan pesawat patroli udara. Selain itu, APP Sinar Mas juga menyiagakan tiga pesawat, yang ketiganya merupakan jenis Super Puma dengan kapasitas masing-masing 4.000 liter air.
Selain operasi darat, operasi udara, juga tak kalah penting operasi penegakan hukum. Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah menginstruksikan proses hukum terhadap pelaku pembakaran lahan.
"Saya sudah perintahkan, agar proses hukum pelaku pembakar lahan. Persoalan kebakaran hutan dan lahan ini bukan persoalan Sumatera Selatan lagi, tapi sudah menjadi persoalan bangsa," kata Tito seusai apel siaga Karhutla di Palembang, Jumat (3/8).
Asian Games XVIII yang dilaksanakan di Jakarta dan Palembang telah dipersiapkan Indonesia selama 3,5 tahun. Jangan sampai ceceran keringat, darah dan air mata ini tersia-sia lantaran kejadian bencana kabut asap yang seketika meruntuhkan citra negara.
Kewaspadaan harus terus ditingkatkan karena periode pelaksanaan Asian Games terjadi di masa puncak kemarau. Namun, selain kebakaran hutan dan lahan, ada satu hal lagi yang patut menjadi kewaspadaan yakni ancaman aksi terorisme.
(D019/b/a011)