Membandingkan kereta sleeper baru Indonesia dengan Eropa

id kereta tidur,berita sumsel,kerta api,berita palembang,pt kai,berita antara kini,luxury class

Membandingkan kereta sleeper baru Indonesia dengan Eropa

Kereta api dengan tempat tidur. (Ist)

Kereta jenis ini ingin menyasar kelompok pasar yang selama ini menggunakan pesawat terbang dengan menyediakan layanan selevel kursi kelas bisnis dalam pesawat
Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Ada kebingungan di antara beberapa awak media saat PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengeluarkan siaran pers terkait dengan pengoperasian perdana kereta sleeper kelas mewah di Stasiun Gambir Jakarta, Selasa, atau tepat 2 hari menjelang Lebaran 2018.

Dalam peluncuran yang dihadiri langsung oleh Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro itu, mereka mencampur dua terminologi berbeda, "sleeper" dan "mewah", sehingga membingungkan.

Kereta sleeper produk dalam negeri ini memang terasa mewah untuk ukuran Indonesia. Satu gerbong hanya berisi 18 kursi yang semuanya dipenuhi oleh perangkat hiburan lengkap, seperti layar 12 inci dan kursi empuk bersandaran kaki yang bisa dilipat hampir rata.

Selain itu, setiap 10 menit akan ada petugas yang membersihkan sampah dari para tuan dan nona yang tidak tahu adab buang limbah. Di kereta ini makanan dan minuman diberikan secara gratis.

Namun, kata mewah atau "luxury class" dalam terminologi perkeretaan umumnya punya pemaknaan yang jauh melebihi semua layanan yang ditawarkan PT KAI. Kereta kelas mewah biasanya menyediakan layanan yang benar-benar elite, seperti kamar tidur pribadi (bukan hanya kursi yang bisa disandarkan), kamar mandi pribadi, dan makan malam layaknya restoran kelas atas.

Waktu perjalanan kereta kelas mewah pun bisa sampai beberapa pekan, dan sengaja berhenti di tempat-tempat menarik untuk memberi kesempatan pada penumpang menikmati pemandangan lebih lama.

Singkatnya, kereta kelas mewah adalah sebuah perjalanan yang betul-betul ditujukan untuk wisata, bukan mengantar orang dari suatu tempat ke tempat lain. Belmond, misalnya, menawarkan paket perjalanan kereta "Venice Simplon Orient Express" selama 7 malam dari Paris sampai Istanbul dengan biaya hampir Rp200 juta.

Belmond, yang juga beroperasi di Asia Tenggara dengan rute Bangkok-Singapura, hanya menawarkan perjalanan "Venice Simplon Orient Express" maksimal dua kali dalam setahun karena hanya menyasar orang-orang yang sudah kehabisan akal untuk menghabiskan uang.

Mewah versi KAI Tentu saja kereta sleeper yang dilabeli "luxury" oleh PT KAI masih jauh dari gambaran Orient Express di atas. Harganya pun sebesar Rp900 ribu, setidaknya pada masa promosi selama sebulan ini.

"Layanan ini ditujukan kepada mereka yang ingin sampai ke tempat tujuan dalam kondisi yang segar bugar dan tidak lelah," kata Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro saat menyaksikan langsung operasi perdana kereta yang diproduksi oleh PT INKAI tersebut.

"Ini adalah salah satu bentuk inovasi PT KAI meningkatkan layanan. Dengan adanya layanan 'luxury class' ini, masyarakat memiliki lebih banyak pilihan kelas perjalanan sesuai dengan tarif dan pelayanannya," kata Edi.

Kutipan pertama dari Edi di atas menunjukkan bahwa PT KAI memang tidak berniat untuk menyaingi Belmond melainkan meniru kereta kelas sleeper yang banyak terdapat di negara-negara Eropa, seperti Inggris. Fasilitasnya pun pada umumnya sama, kecuali beberapa stasiun di Eropa yang menyediakan ruang tunggu eksklusif bagi penumpang sleeper.

Kereta jenis ini ingin menyasar kelompok pasar yang selama ini menggunakan pesawat terbang dengan menyediakan layanan selevel kursi kelas bisnis dalam pesawat dengan harga setara tiket terbang ekonomi.

Secara sekilas, menyaingi pesawat--sebuah moda transportasi yang mampu mengantar orang dari Jakarta ke Surabaya dalam waktu satu setengah jam dengan biaya Rp500 ribuan--dengan kereta yang jauh lebih lambat dan tiket yang hampir dua kali lipat lebih mahal adalah mimpi di siang bolong.

Namun, jika KAI bisa mengedukasi dan membuat kampanye iklan yang informatif mengenai keunggulan kereta dibanding pesawat, seperti yang berhasil dilakukan oleh Virgin Trains di Inggris, percobaan badan usaha milik negara itu bisa jadi akan berhasil.

Virgin Trains dengan cerdas mengatakan bahwa stasiun kereta biasanya terletak di pusat kota sehingga penumpang lebih banyak mendapat waktu luang, tidak seperti pesawat yang memaksa penumpangnya untuk bangun dini hari untuk mengejar penerbangan pagi karena terletak jauh di pinggiran.

Dalam perjalanan darat, para penumpang juga tidak harus direpotkan untuk mematikan telepon genggam saat hendak berangkat dan membayar uang banyak untuk mengakses internet saat perjalanan, seperti yang diharuskan oleh pesawat.

Sekarang bayang skenario seorang pengusaha asal Surabaya yang harus menghadiri rapat di Jakarta Pusat pada pukul 8.00 WIB. Jika memilih pesawat, dia harus bangun lalu mandi pukul 03.00 dini hari agar bisa sampai di bandara 1 jam sebelum keberangkatan pukul 05.00.

Sesampainya di Soekarno Hatta pada pukul 06.30, dia harus buru-buru mencari taksi lalu melaju melawan macet di Jakarta untuk bisa sampai tepat waktu. Bisa dipastikan sang pengusaha menghadiri rapat dalam keadaan lelah.

Akan tetapi, jika memilih kereta, dia memang harus berangkat pukul 21.00 sebelumnya. Namun, di kereta, dia bisa memeriksa ulang presentasi bisnis yang dia bikin, lalu tidur nyenyak hingga keesokan harinya di Stasiun Gambir--yang hanya 10 menit jalan kaki dari gedung rapat. Sekarang mau pilih mana? Masih Tes Pasar PT KAI sendiri belum sampai ke dalam promosi seperti yang dilakukan Virgin Trains di atas. Mereka justru membangun citra kereta "sleeper" baru ini sebagai sebuah "kelas mewah" yang tentu saja jauh dari kenyataan.

"Kami masih melakukan tes pasar dengan kereta 'sleeper' ini. Jika respons masyarakat baik, tentu PT KAI akan meneruskannya," kata Kepala Hubungan Masyarakat PT KAI Agus Komarudin, Selasa, pada kesempatan yang sama.

"Sleeper" baru ini statusnya memang masih coba-coba. Untuk sementara ini, kereta "sleeper" hanya dua kali berangkat pergi pulang setiap harinya dari Jakarta ke Surabaya. Itu pun hanya satu gerbong pada masing-masing keberangkatan, yang berarti hanya ada 72 kursi yang dijual setiap harinya.

Pada hari pertama pengoperasiannya, kereta "sleeper" KAI memang terisi penuh dan wajar mengingat hari ini adalah musim mudik. Namun, sampai Selasa sore, masih ada tiket "sleeper" yang belum terjual pada hari terakhir cuti bersama, atau puncak arus balik, 17 Juni mendatang untuk rute Surabaya-Jakarta. Padahal, gerbong kereta lainnya sudah terisi penuh.

PT KAI sepertinya butuh waktu lebih lama untuk mempromosikan kereta jenis baru mereka. Mereka agaknya salah langkah dengan menggunakan terminologi "kelas mewah" yang menyesatkan. Namun, jika mereka berhasil mengedukasi masyarakat mengenai keunggulan kereta dibanding pesawat, bukan tidak mungkin akan hadir "sleeper-sleeper" baru dengan rute yang lebih banyak pada waktu dekat.