Canberra (ANTARA Sumsel) - Perwakilan eksportir sapi Australia menyatakan kecemasan mereka atas usulan peraturan perdagangan baru Indonesia yang menggunakan sapi impor Australia untuk pembiakan, media lokal melaporkan pada Senin.
Awal pekan ini, perwakilan Australia terbang ke Jakarta untuk membicarakan tentang aturan baru, yang diusulkan oleh Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita bulan lalu.
Berdasarkan peraturan baru, importir sapi hidup Indonesia harus menggunakan satu dari setiap enam sapi guna pembiakan atau pembibitan (sapi indukan).
Eksportir Australia percaya langkah itu bisa mengancam kelangsungan industri peternakan sapi dalam jangka panjang, karena Indonesia adalah salah satu pasar ekspor sapi hidup utama Australia.
Meat & Livestock Australia Limited (MLA) mengatakan dalam sebuah pernyataannya bulan lalu bahwa tidak ada sapi yang diekspor ke Indonesia pada September, karena negosiasi seputar aturan pembiakan.
Meat & Livestock Australia Limited (MLA) adalah organisasi pemasaran, riset, dan pengembangan industri daging merah dan hewan ternak Australia.
Sementara itu Ketua Dewan Eksportir Ternak Australia Simon Crean telah bertemu dengan Lukita dalam upaya untuk mengatasi masalah tersebut sebelum Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi Australia bulan depan.
"Mendapat kesempatan untuk menghabiskan waktu di Indonesia minggu ini telah membangkitkan keyakinan saya bahwa ekspor sapi feeder dan sapi breeder (indukan) dari Australia ke Indonesia memiliki masa depan yang berkelanjutan secara ekonomis dan saling menguntungkan," Cream mengatakan kepada Fairfax Media, Senin.
Menteri Perdagangan Steve Ciobo menambahkan pertemuan antara Crean dan Lukita adalah "bagian penting" dari percakapan tentang keterlibatan industri antara kedua negara.
Berita itu adalah yang terbaru dalam deretan panjang kontroversi yang merundung hubungan perdagangan bilateral antara Australia dan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2011, Australia menghentikan ekspor ternak hidup setelah diketahui bahwa rumah pemotongan hewan diduga melakukan penganiayaan terhadap ternak, sedangkan pada 2015, Indonesia secara drastis mengurangi jumlah impor sapi hidup - mengancam kehidupan eksportir Australia.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan pada Selasa bahwa ia juga akan mengunjungi Indonesia akhir pekan ini, dalam upaya untuk "memajukan hubungan Australia dengan salah satu mitra ekonomi dan keamanan kami yang paling penting."
Bishop, yang akan mengunjungi Jakarta dan Bali pada 26-28 Oktober, mengatakan pertemuan dengan para menteri senior Indonesia akan "memajukan dialog kami tentang isu-isu strategis utama yang dihadapi kawasan itu."
"Saya akan berpartisipasi dalam Pertemuan 2+2 Menteri Luar Negeri dan Pertahanan" tahunan, bersama dengan rekan saya, Menteri Pertahanan Marise Payne, dan rekan-rekan kami di Indonesia, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu," kata Bishop dalam sebuah pernyataan.
"Pertemuan 2+2 adalah forum utama untuk memajukan dialog strategis dan kerja sama dengan Indonesia. Tahun ini kami akan fokus pada memajukan kerja sama kami untuk memerangi terorisme dan kekerasan ekstremisme serta meningkatkan kerja sama maritim."
Bishop mengatakan dia juga akan mewakili Australia di Pertemuan Para Menteri Dewan "Indian Ocean Rim Association (IORA)" di Bali.
"Ini satu-satunya pertemuan tingkat menteri yang menyatukan hampir dua miliar orang yang hidup di negara-negara Samudera Hindia. Hal ini memainkan bagian penting dalam peran stabilitas dan kemakmuran wilayah kami."