Muntok, Bangka Barat (ANTARA Bengkulu) - Tradisi 'nganggung' atau makan bersama khas Bangka Belitung merupakan media efektif untuk menyampaikan berbagai informasi berkembang di daerah itu, kata Kabag Humas dan Protokoler Bangka Barat, Ismail.
"Pada saat tradisi 'nganggung' dilaksanakan, seluruh warga desa berkumpul di suatu tempat, pada saat itu semua warga berhak mengemukakan pendapat dan permasalahan sehingga seluruh warga mendapat informasi jelas," katanya di Muntok, Jumat.
Ia mengatakan dalam nganggung terjadi interaksi antarwarga dalam satu desa, mereka berkumpul untuk memanjatkan doa sekaligus mebahas berbagai permasalahan yang dihadapi atau akan dilakukan dalam upaya membangun desanya.
"Pada saat nganggung, seluruh warga terutama kepala keluarga berkumpul di satu tempat, pada kesempatan tersebut dapat diselingi penyampaian berbagai informasi baik dari perangkat desa ke warga atau sebaliknya sehingga sangat efektif sebagai media informasi," kata dia.
Tradisi tersebut merupakan bagian tradisi rumpun Melayu yang unik dan menarik, karena tradisi gotong royong masyarakat yang biasanya dilakukan pada upacara keagamaan, seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Mauludan, Nisfu Sya'ban, kegiatan Muharam.
"Dalam memanjatkan doa bagi yang sudah meninggal seperti tiga hari, tujuh hari, 25 hari, 40 hari, 100 hari sampai seribu hari setelah meninggal dan menerima rombingan tamu kehormatan juga masih menggunakan tradisi tersebut," ujarnya.
Kegiatan Nganggung biasanya dilakukan di masjid, balai desa, atau tempat rumah duka, tergantung situasi peringatannya.
Ia mengatakan, masyarakat di daerah itu terus berupaya menjaga dan mengembangkan tradisi warisan leluhur yang sarat nilai sosial keagamaan tersebut dalam upaya membentuk karakter warga yang menjunjung tinggi nilai kegotongroyongan.
"Kebersamaan dalam nganggung dapat menjadi semangat untuk menyukseskan pembangunan daerah sekaligus indikator pencapaian pembangunan," kata dia.
Ia mengatakan, pada tradisi tersebut setiap kepala keluarga membawa makanan lengkap di atas dulang kuningan yang ditutup dengan tudung saji. Tiap pintu rumah atau keluarga membawa satu dulang berisi makanan sesuai dengan status dan kemampuan keluarga masing-masing.
"Namun seiring perkembangan zaman, saat ini banyak warga yang membawa makanan memakai rantang bersusun empat yang banyak dijual di pasaran, lebih praktis," kata dia.
Setelah berkumpul, peserta nganggung membicarakan segala hal yang menjadi pokok pembahasan, dilanjutkan memanjatkan doa dan makan bersama-sama disertai ramah tamah tanpa membedakan status. (ANT)