Ari: Presiden belum berniat tempuh langkah hukum untuk Agus Rahardjo
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) belum berniat mengambil langkah hukum atas tudingan mengintervensi proses hukum Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP elektronik, seperti yang disampaikan Ketua KPK periode 2015--2019 Agus Rahardjo.
"Sampai saat ini belum ada hal itu," kata Ari Dwipayana menjawab pertanyaan wartawan terkait langkah hukum Presiden Jokowi atas tudingan itu dalam kegiatan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) RI Jakarta, Rabu.
Menurut Ari, Presiden Jokowi telah mengklarifikasi tudingan tersebut secara gamblang dalam wawancara bersama wartawan Istana pada Senin (4/12) di Istana Kepresidenan Jakarta.
Dalam pernyataannya saat itu, Jokowi mengatakan bahwa dirinya justru memerintahkan agar mantan Ketua DPR RI Serta Novanto mengikuti proses hukum yang ada.
Pernyataan itu terekam dalam jejak digital di laman Sekretariat Kabinet RI yang dirilis per 17 November 2017. Tautan berita itu dapat diakses di sini.
Selain itu, Jokowi juga telah memerintahkan Setneg untuk mengecek seluruh agenda pertemuan dirinya dengan Agus Rahardjo seputar agenda tersebut dan tidak ditemukan. Dalam kesempatan itu Jokowi juga mempertanyakan maksud kepentingan dari pernyataan Agus Rahardjo di media massa.
"Untuk apa diramaikan? Itu kepentingan apa diramaikan, itu untuk kepentingan apa?," kata Presiden Jokowi.
Ari Dwipayana menyebut klarifikasi yang disampaikan oleh Jokowi merupakan bentuk pernyataan terbuka dalam rangka mengedukasi masyarakat agar setiap informasi yang beredar tidak dicerna secara sepihak.
"Ini kan edukasi juga kepada masyarakat supaya jangan mengambil informasi sepihak. Kemarin itu sudah disampaikan secara jelas oleh Bapak Presiden apa yang beliau sampaikan itu menurut saya sudah clear," katanya.
Sebelumnya, dalam acara yang dipandu jurnalis senior Rosiana Silalahi yang tayang pada Kamis (30/11) malam, Agus Rahardjo menuturkan dirinya pernah diminta oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan Setya Novanto.
Namun seperti diketahui, pada 24 April 2018 mantan Ketua DPR Serta Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek KTP elektronik tahun anggaran 2011-2013.
Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Sampai saat ini belum ada hal itu," kata Ari Dwipayana menjawab pertanyaan wartawan terkait langkah hukum Presiden Jokowi atas tudingan itu dalam kegiatan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) RI Jakarta, Rabu.
Menurut Ari, Presiden Jokowi telah mengklarifikasi tudingan tersebut secara gamblang dalam wawancara bersama wartawan Istana pada Senin (4/12) di Istana Kepresidenan Jakarta.
Dalam pernyataannya saat itu, Jokowi mengatakan bahwa dirinya justru memerintahkan agar mantan Ketua DPR RI Serta Novanto mengikuti proses hukum yang ada.
Pernyataan itu terekam dalam jejak digital di laman Sekretariat Kabinet RI yang dirilis per 17 November 2017. Tautan berita itu dapat diakses di sini.
Selain itu, Jokowi juga telah memerintahkan Setneg untuk mengecek seluruh agenda pertemuan dirinya dengan Agus Rahardjo seputar agenda tersebut dan tidak ditemukan. Dalam kesempatan itu Jokowi juga mempertanyakan maksud kepentingan dari pernyataan Agus Rahardjo di media massa.
"Untuk apa diramaikan? Itu kepentingan apa diramaikan, itu untuk kepentingan apa?," kata Presiden Jokowi.
Ari Dwipayana menyebut klarifikasi yang disampaikan oleh Jokowi merupakan bentuk pernyataan terbuka dalam rangka mengedukasi masyarakat agar setiap informasi yang beredar tidak dicerna secara sepihak.
"Ini kan edukasi juga kepada masyarakat supaya jangan mengambil informasi sepihak. Kemarin itu sudah disampaikan secara jelas oleh Bapak Presiden apa yang beliau sampaikan itu menurut saya sudah clear," katanya.
Sebelumnya, dalam acara yang dipandu jurnalis senior Rosiana Silalahi yang tayang pada Kamis (30/11) malam, Agus Rahardjo menuturkan dirinya pernah diminta oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan Setya Novanto.
Namun seperti diketahui, pada 24 April 2018 mantan Ketua DPR Serta Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek KTP elektronik tahun anggaran 2011-2013.
Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.